Jam menunjukkan pukul 09.15. Truk-truk pengangkut sampah berwarna hijau silih berganti mengantarkan sampah-sampah menuju TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Degayu yang berlokasi tak jauh dari pantai Slamaran, Kota Pekalongan. Ekskavator, mesin pengeruk sampah berwarna kuning teronggok di hamparan gunungan sampah.
Sebuah Ekskavator di antara gunungan sampah di TPA. Dokumentasi pribadi
Pak Slamet merupakan satu dari puluhan orang yang berburu rejeki dengan mengais sampah di TPA seluas 5,8 hektare ini. Selepas azan subuh berkumandang, Pak Slamet bergegas ke masjid yang jaraknya kurang lebih 100 meter dari rumahnya. Selepas salat, Pak Slamet menikmati sarapan pagi yang dibuat istrinya. Di pagi buta sebelum anak-anak berangkat sekolah, pak Slamet sudah mengayuh sepeda tuanya, memungut botol-botol plastik, kardus bekas, atau apapun barang yang ditemukan di jalanan yang nantinya bisa ditukar dengan uang. Sesampainya di TPA, Pak Slamet menyiapkan karung berukuran besar untuk memilah botol-botol Plastik yang sekiranya masih bagus untuk nantinya dijual.
Sampah plastik dan kaleng di TPA Degayu. Dokumentasi pribadi
Mereka yang mengais rejeki dari sampah di TPA Degayu. Dokumentasi pribadi
Bekerja sebagai pemungut sampah seperti pak Slamet bukannya tanpa risiko. Paparan bau yang tak sedap, risiko terkena serpihan kaca dan benda tajam lainnya, riskan terpapar diare, gangguan gastrointestinal, terpeleset gunungan sampah, dan risiko-risiko yang lain.
Tahun 2021, kondisi volume sampah di TPA Degayu sudah dalam kondisi overload, mengkhawatirkan. Dengan tinggi gunungan sampah telah mencapai 20 meter sudah selayaknya mendapatkan perhatian serius dari pemerintah setempat. Permasalahan yang kerapkali muncul sebuah TPA adalah polusi udara yang mengganggu pemukiman warga, gas metana yang terbakar di antara tumpukan sampah, dan pencemaran leachate (air hasil dekomposisi sampah yang bisa meresap dan mencemari tanah).
“Tahun 2015, pernah terjadi kebakaran di TPA Degayu. Itu api sudah dipadamkan sama beberapa damkar hingga menjelang jam 12 malam, subuh-subuh apinya keluar lagi.” Tutur pak Slamet kepada saya. Pemicu kebakaran adalah gas metana dari gunungan sampah yang ada. Akibat kebakaran tersebut, asap pekat serta bau yang tidak sedap dari sampah terbawa hingga ke pemukiman warga. Beberapa warga yang bekerja di tambak-tambak udang merasakan sesak napas dan mata pedih akibat asap plus bau yang tak mengenakkan ini.
Kepulan asap akibat gas metana di TPA Degayu tahun 2015. Dokumentasi ANTARA Foto/Pradita Utama
Meskipun bukan tragedi besar, peristiwa kebakaran akibat gas metana yang membakar sebagian lahan di TPA Degayu jangan dianggap sebagai hal yang sepele. Tragedi ledakan gas metana terdahsyat di negeri ini pernah terjadi di Leuwigajah, Cimahi (Jawa Barat) pada 21 Februari 2005. Ledakan tersebut diiringi longsornya gunungan sampah TPA Leuwigajah yang meluluhlantakkan dua pemukiman warga (Kampung Cilimus dan Pojok). Efek yang ditimbulkan begitu mengerikan, karena insiden mendadak tersebut 157 jiwa melayang.
Masyarakat Indonesia tentunya berduka. Demi mengenang peristiwa pahit tersebut (supaya menjadi pembelajaran bagi generasi mendatang) tanggal 21 Februari ditetapkan sebagai Hari Peduli Sampah Nasional). Gerakan bijak kelola sampah mulai digaungkan. Meskipun belumlah masif dan menyeluruh, sedikit demi sedikit masyarakat tergerak hati untuk peduli dan bertanggungjawab atas sampah yang ditimbulkannya.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) jumlah sampah skala nasional mencapai 67,8 juta ton pada tahun 2020, hingga tahun 2050 diperkirakan jumlahnya akan bertambah lebih dari dua kali lipat. Perlu pengelolaan tingkat lanjut, inovasi teknologi, dan sejumlah investasi supaya tata kelola sampah menjadi lebih baik dan tidak menjadi momok yang mengerikan di kemudian hari. Selain itu, kita perlu mengadopsi konsep ekonomi sirkular dengan memanfaatkan sampah organik dan anorganik, menciptakan nilai ekonomis melalui proses reduce, reuse, recycle.
Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Konsumsi sampah plastik per kapita mencapai 20 kilogram per tahun. Di level industri, penggunaan plastik untuk kemasan menyentuh angka 65 persen terhadap konsumi plastik skala nasional. Berdasarkan hal tersebut, sejumlah industri mulai menyadari dampak sampah yang ditimbulkan atas aktivitas bisnisnya. Semakin ke sini masyarakat semakin cerdas. Konsumen semakin teredukasi mengenai bagaimana kepedulian brand perusahaan terhadap pengelolaan sampahnya.
Seminggu lalu, sebuah iklan muncul di beranda twitter saya, sebuah brand di bidang Foods & Beverages terkemuka mengkampanyekan mengurangi penggunaan sepertiga virgin plastik hingga 2025. Kemarin, seorang kawan blogger menghadiri RUPS (rapat Umum Pemegang Saham) dan mendapatkan suvenir cantik berupa tas dari bahan daur ulang botol plastik, ini unik!
Saat pandemi, sampah rumah tangga dan limbah medis angkanya mengalami kenaikan sebesar 36%. Merujuk pada statistik dari KLHK, setidaknya 66,8% rumah tangga domestik masih melakukan aktivitas membakar sampahnya, alih-alih mendaur ulang. Hanya 1,2% yang memiliki kesadaran akan Reuse, Reduce, Recycle. Tak perlu menunggu disentil bencana sehingga kesadaran akan pengelolaan sampah bertumbuh. Yuk mulai dari diri sendiri, bijak dan bajik dalam kelola sampah. Sebab sampahku adalah tanggungjawabku.
Bijak bajik kelola sampah yang sudah kuterapkan.
1. Saya memanfaatkan eco/tote bag alih-alih tas kresek/plastik saat berbelanja. Tas kresek memiliki sifat destruktif terhadap lingkungan dan sukar diurai mikroorganisme yang ada di tanah.
Belanja sayuran menggunakan tote bag. Dokumentasi pribadi
Koleksi sebagian tote bag saya. Dokumentasi pribadi
2. Sisa sayuran, daun kering/basah, dan sampah organik lainnya saya ubah menjadi pupuk kompos.
Proses komposting sampah organik. Dokumentasi pribadi
3. Memanfaatkan botol bekas kemasan minuman untuk pot tanaman. Adapun pupuknya diambil dari pupuk kompos di atas.
Botol bekas jadi pot tanaman. Dokumentasi pribadi
Botol bekas jadi pot tanaman. Dokumentasi pribadi
4. Menggunakan masker kain saat keluar rumah demi mengurangi limbah masker medis.
Dokumentasi pribadi
5. Tidak membuang sampah sembarangan saat traveling. Saya menyediakan kantung khusus di ransel sebagai wadah sampah. Tak elok rasanya tempat wisata yang cantik berceceran sampah.
Saat saya berwisata ke hutan. Sampahku tanggungjawabku. Dokumentasi pribadi.
6. Mengirim botol bekas kemasan ke Waste4Change untuk didaur ulang. Waste4Change merupakan perusahaan Waste Management Indonesia yang memiliki misi mengurangi jumlah sampah yang berakhir di TPA. Selain mengelola sampah perusahaan, Waste4Change juga melayani sampah individu dalam Personal Waste Management.
Botol Kemasan untuk Waste4Change. Dokumentasi pribadi
Mengirim paket berisi botol minuman kemasan (bekas) ke Waste4Change sangatlah mudah. Demikian cara sederhana saya bertanggung jawab terhadap sampah, bijak bajik kelola sampah dimulai dari diri sendiri. Jangan sampai berhenti di sini. Yuk bagikan juga ceritamu mengelola sampah pribadi di berbagai platform yang kamu miliki.
Sebagai sebuah ekosistem, hutan memiliki beragam fungsi. Hutan berperan penting dalam menjaga siklus keseimbangan air/udara, sumber keanekaragaman hayati, sekaligus sumber pangan dan papan. Keanekaragaman hayati gen, spesies, dan pada ekosistem hutan satu dengan hutan lain tidaklah sama dan masing-masing memiliki ciri khas. Vegetasi hutan di bumi Kalimantan tentu berbeda dengan yang ada di Jawa. Di Kalimantan, kamu bisa menemui buah-buahan hutan seperti buah rambai, buah kapul, keledang, durian merah, dan sebagainya. Tentu nama tersebut sangatlah asing, barangkali kamu juga belum pernah mencobanya. Adapun di Jawa, khususnya di kawasan Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, kamu bisa menjumpai buah carica atau pepaya gunung sebagai oleh-oleh. Di Papua dan kawasan Indonesia Timur, kamu bisa mencicipi buah matoa (Pometia pinnata) yang memiliki rasa dan aroma yang khas.
Keanekaragaman hayati pada hutan turut berkontribusi pada sistem pertanian tradisional dan ketahanan pangan di suatu kawasan. Berawal mengambil langsung dari hutan, spesies-spesies hewan dan tumbuhan yang mulanya liar, kemudian didomestifikasi, dikembangkan di sistem pertanian lokal untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Sebagian spesies yang lain tetap dibiarkan tumbuh di hutan, menjadi bagian yang menyatu dengan alam.
Deforestasi menjadi momok menakutkan yang mengancam kita semua, baik secara langsung maupun tak langsung. Cepat atau lambat. Tentunya masyarakat sekitar daerah yang mengalami deforestasi pasti bisa merasakan dampaknya. Deforestasi bisa dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja, intinya hutan ditebang secara serampangan, diambil kayunya, dibakar untuk mengubah lahan hutan menjadi nonhutan (misal menjadi kawasan bisnis, pemukiman, lahan sawit). Faktor terbesar yang berpengaruh terhadap laju deforestasi antara lain konversi lahan, illegal logging, kebakaran hutan, serta penggunaan kayu bakar (sumber : WWF). Menurut WALHI, organisasi independen nonprofit yang peduli terhadap isu lingkungan, menyatakan bahwa deforestasi menjadi ancaman serius bagi hutan Indonesia. Penyumbang terbesar deforestasi ini adalah konversi lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan tambang.
Masih terngiang jelas kala kebakaran hutan dan kabut asap melanda Sebagian Sumatera dan Kalimantan di tahun 2019 silam. Semua terkena dampaknya. Dana yang ditelan sebagai upaya untuk memadamkan asap/api pastinya tidak sedikit. Pasokan pangan semakin menipis, adapun distribusi logistik menjadi sulit. Banyak penerbangan menuju Sumatera dan Kalimantan atau sebaliknya yang dibatalkan dan ditunda. Tak terhitung seberapa besar keanekaragaman hayati hutan yang hilang akibat kebakaran tersebut. Kerugian tidak bersifat hanya material tetapi juga nonmaterial. Tubuh menjadi rentan terhadap penyakit, kondisi kestabilan psikologis menjadi terganggu.
Semua geram. Tentu saja. Namun demikian, sangat diperlukan tindakan preventif untuk mencegah hal tersebut terulang kembali di masa depan. Paling tidak terdapat langkah-langkah meminimalisasi deforestasi, semisal penghijauan atau aksi tanam sekian ribu batang pohon untuk sekian hektar tanah. Sebab hutan memiliki fungsi holistik, sebagai ketahanan pangan, sumber papan, obat-obatan, energi, keseimbangan siklus air dan udara. Jika satu keseimbangan terganggu, terganggu pula mekanisme kehidupan lainnya. Intinya, kita jaga hutan, hutan pulalah yang akan menjaga kita.
Memperingati Hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April besok organisasi yang memiliki concern terhadap lingkungan hidup yakni WALHI, Hutan Itu Indonesia, Lingkar Temu Kabupaten Lestari bekerjasama dengan Blogger Perempuan Network mengadakan virtual event "Eco Blogger Squad Earth Day Gathering" dengan tajuk "Hutan Indonesia Sebagai Salah Satu Solusi Perubahan Iklim."
Kenapa sih Arinta beberapa kali bikin artikel yang mengulas tentang hutan dan lingkungan hidup? Ini semua bermula ketika saya pertama kali menjejak bumi Kalimantan pada tahun 2019. Seharusnya keberangkatan saya dan tim dijadwalkan sekitar bulan Agustus kalau enggak September. Namun karena terjadi karhutla yang berlarut-larut, kedatangan saya ke Borneo tertunda hingga bulan Desember. Cukup lama kan? Itu semua belum cukup. Selain perihal penundaan keberangkatan, hati saya terperangah bercampur sedih ketika menyaksikan hamparan hutan pada titik-titik tertentu menghitam jika dilihat dari jendela pesawat. Kemudian terbersit hati saya untuk menuliskan mengenai hutan. Kita perlu menjaga hutan sebab nantinya hutan jualah yang akan menjaga kita.
Kebakaran hutan di Kalimantan Tengah dilihat dari udara. Dokumentasi: Antara Foto
Dalam Eco Blogger Earth Day Gathering tersebut narasumber dari Walhi, yuyun Harmono menuturkan pentingnya menjaga hutan demi kelangsungan tidak hanya generasi hari ini, tetapi juga generasi yang akan datang. Komunitas adat yang dekat dengan hutan yang paling terdampak secara langsung jika terjadi kerusakan hutan. Bagaimana tidak, komunitas adat mengandalkan hidup dari alam. Komunitas adat sangatlah tergantung pada hasil hutan dan sekitarnya. Salah satunya Komunitas Adat Seberuang. Komunitas ini berada di Dusun Silit, sebuah dusun yang berada di pedalaman Sintang, Kalimantan Barat. Hebatnya masyarakat adat Seberuang ini sudah mandiri atas ruang hidup dan energi. Sudah lama tinggal di hutan menjadikan komunitas adat Seberuang memanfaatkan hasil hutan secara lestari.
Kita perlu belajar kemandirian energi dari warga adat Seberuang, sebab komunitas ini menjadikan pembangkit listrik tenaga mikrohidro untuk menerangi dusunnya. Saat ini Komunitas adat Seberuang sedang berjuang untuk mendapatkan pengakuan hutan adat. Kita doakan semoga perjuangan ini segera berbuah manis.
Masih menurut Yuyun Harmono, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2009 hingga 2019), hidrometeorologi menjadi penyebab banyaknya bencana yang ada di Indonesia. Secara garis besar hidrometerologi merupakan bencana yang dampaknya dipicu oleh kondisi cuaca dan iklim. Perubahan iklim bukan mitos gaes. Bukan isapan jempol. Perubahan iklim itu nyata adanya. Bencana hidrometeorologi menyebabkan banjir, puting beliung, angin bahorok, El Nino, La Nina, dan masih banyak lagi. Tahun 2021, setelah banjir bandang melanda Kalimantan Selatan, Siklon Seroja hampir menenggelamkan sebuah desa di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Cara mendekatkan dan memperkenalkan hutan kepada khalayak luas di era digital bisa dilakukan melalui cerita, melalui bertutur. Sesekali jalan-jalanlah ke hutan. Ceritakan betapa asyik dan serunya menjelajah hutan-hutan yang ada di Indonesia. Traveling ke gunung dan pantai sudah begitu mainstraim. Sesekali main-mainlah ke hutan. kemudian bagikan pengalaman tersebut melalui thread di twitter, postingan di blog, instagram story, podcast, dan sebagainya.
Utas saya mengenai pengalaman berkunjung ke Taman Nasional Sebangau di Kalimantan Tengah memiliki impresi 73.858 view secara keseluruhan, dengan tampilan media lebih dari 12.000 view. Saya kira angka ini sangatlah kecil jika dibandingkan trit viral lainnya. Namun demikian, saya sangat puas atas utas yang saya buat.
Surga yang Tersembunyi di Rimba Kalimantan Tengah (Episode Menyusuri Ekowisata Punggualas, Taman Nasional Sebangau)
— Arinta | arintastory.com (@ArintaSetia) April 1, 2020
Saya mencintai hutan dengan cara sederhana, yakni dengan membagikan narasi perjalanan saya menjelajah hutan supaya orang lain terinspirasi untuk senantiasa menjaga hutan dan alam Indonesia. Tunjukkan kita bisa berwisata dengan cara yang baik, beretika, serta bertanggungjawab. Sebenarnya ada banyak cara mencintai hutan, jalan-jalan dan berbagi kisah salah satunya. Selain itu kita bisa berkampanye mengenai hutan, berdonasi untuk kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas lingkungan hidup, adopsi pohon dan bibit tanaman hutan, terakhir membeli produk lokal bukan kayu masyarakat setempat.
Cinta hutan, cinta juga produk lokal hasil hutan. Di artikel saya sebelumnya yang berjudul Lestarikan Cantikmu dengan Kopi Rempah Kalimantan Tengah, saya memperkenalkan komoditas lokal hasil hutan bukan kayu berupa kopi dan rempah yang diolah menadi minuman kesehatan dan tentunya bernilai komersil. Dengan membeli produk lokal berarti kita turut berkontribusi dan menciptakan pundi-pundi rejeki untuk petani dan juga wirausahawan yang menciptakan produk tersebut.
Selain itu saya merekomendasikan 2 produk lokal hasil hutan bukan kayu sebagai berikut. Su.Re Cofffe dan Sago Sapapua. Dua produk yang saya sebutkan ini menurut saya menarik karena turut berkontribusi pada isu perubahan iklim, kelestarian lingkungan, dan isu sosial (fair trade).
Pertama, Sago Pancake Mix SAPAPUA. Pati sagu ini diambil dari pohon sagu yang tumbuh alami di lahan gambut dan tentunya bebas pestisida, so bisa dipastikan sagu ini ramah lingkungan ya. Sagu ini diproduksi di Sorong Selatan, Papua Barat.
Produksi sagu ini memberdayakan masyarakat setempat. Austindo Nusantara Jaya (ANJ) Tbk selaku perusahaan yang memproduksi sagu tersebut berkomitmen meningkatkan inovasi sekaligus upaya pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Komitmen lain yang dilakukan Austindo Nusantara Jaya di antaranya: konservasi gambut serta tidak melakukan pengembangan baru di kawasan gambut pada kedalaman berapapun, mengurangi emisi gas rumah kaca, tidak melakukan pembakaran lahan, mengurangi polusi, melakukan proteksi dan konservasi kawasan hutan primer, dan mengurangi penggunaan pestisida.
Adanya fair trade, menjadikan industri yang menghasilkan suatu komoditas memberikan standar keamanan, keselamatan, kesejahteraan (sistem pengupahan) yang baik lagi adil bagi pekerjanya. Ini yang sudah dilakukan Austindo Nusantara Jaya. Tidak ada pekerja anak dan pekerja paksa di PT Austindo Nusantara Jaya. Perusahaan ini juga memerhatikan isu kesetaraan gender sehingga para pekerja perempuan diberi kesempatan yang sama dalam hal peningkatan taraf ekonomi. Para pekerja juga mendapatkan pemberian upah, bonus yang wajar, aserta promosi jabatan yang tidak bias gender. Keselamatan dan keamanan kerja (K3) dilakukan sesuai prosedur sehingga meminimalisasi angka kecelakaan kerja.
Kedua, Su.Re Coffe. Kopi ini diproduksi di Bali, kamu bisa mendapatkan kopi ini di Jalan Dalem Gede No 25 Mengwi, Badung, Bali. Seperti halnya Sagu Sapapua, Su.Re Coffee juga mendukung pengurangan efek gas rumah kaca, mendukung perubahan iklim, dan pemberdayaan petani lokal. Setiap kita membeli produk Su.Re Coffee, 15% digunakan untuk biogas dan sekolah lapangan iklim.
Balik lagi ke topik Eco Blogger Earth Gathering. Gita Syaharani dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari menyentil isu pembangunan rendah karbon sebagai langkah yang ditempuh pemerintah yang tertuang dalam rencana pembangunan nasional (pergeseran paradigma menuju ekonomi hijau). Pembangunan rendah karbon nantinya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, sekaligus kelestarian lingkungan. Penerapannya program ini bagaimana? Beberapa di antaranya dengan melakukan transisi energi, dari bahan bakar fosil menuju alternatif energi baru dan terbarukan, reforestasi lahan seluas 1 juta hektare hingga 2024, meningkatkan produktivitas lahan, investasi hijau, konservasi, dan menyetop penerbitan izin usaha di kawasan lahan gambut serta area hutan.
Tulisan ini tentu jauh dari kata sempurna. Namun demikian, saya berharap melalui tulisan ini bisa memantik kesadaran kita untuk mencintai hutan Indonesia dan melestarikannya demi bumi tercinta. Hutan merupakan semesta kecil yang memberikan ruh kehidupan. Sudah selayaknya kita berterima kasih dengan menjaganya dengan sebaik-baiknya. Selamat hari Bumi!
Tahun 2019 silam, seorang selebgram mempromosikan skincare abal-abal di stories instagramnya. Skincare abal-abal tersebut tentunya tidak mendapatkan izin edar dari BPOM serta belum diketahui secara pasti seberapa berbahaya kandungan bahan-bahan kimiawi yang ada dalam produk tersebut. Harganya tergolong murah. Promosi dan testimoni meyakinkan dengan harga produk yang murah membuat konsumen yang tidak kritis menjadi mudah tergiur. Belum lagi jika konsumen tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni mengenai kandungan kimiawi yang berbahaya buat kulit. Konsumen yang tidak kritis dan cerdas gampang banget kena jebakan betmen. Harga murah, membuat glowing dalam waktu singkat, banyak testimoni, dan sebagainya. Ketahuilah ladies, it's a trap! Jangan sampai obsesi kulit glowing membuat kita sebagai konsumen terjebak pada skema penjualan kosmetik palsu atau abal-abal.
Tahun 2020, seorang dokter dermathologi mengungkap 5 krim wajah yang berbahaya di kanal youtubenya. Produk-produk yang disebutkan tersebut ada yang mengandung hidroquinon, mercury, tidak memiliki izin edar BPOM, bahkan ada tidak dicantumkan tanggal kedaluwarsanya. Nah loh! Produk kecantikan bukan dilihat dari murah atau mahalnya, tetapi seperti apa ingredient atau komponen utama penyusun produk tersebut. Krim yang mengandung merkuri dan hidroquinon tidak diperbolehkan karena bisa merusak lapisan epidermis kulit. Efeknya adalah kulit menjadi iritasi, ruam-ruam, mudah gatal, rentan infeksi jamur, dan yang paling fatal kanker kulit.
So Scary! Bayangkan jika kulit kita jadi iritasi dan timbul ruam ketika memakai produk mengandung merkuri. Anyway, seberapa bahayanya merkuri ini? Dalam sebuah publikasi berjudul Investigation of Mercury Content in Cosmetic Products by Using Direct Mercury Analyzer yang ditulis oleh Ali A. Dahab, disebutkan bahwa Merkuri merupakan logam beracun dan dapat menyebabkan efek kesehatan yang serius termasuk kerusakan ginjal, depresi kecemasan dan neuropati perifer. Menurut jurnal yang diterbitkan WHO, kandungan merkuri pada krim pencerah kulit dapat menyebabkan ruam, kerusakan sel/jaringan kulit, serta kulit menjadi mudah terinfeksi bakteri dan jamur.
Menjadi cantik dan memiliki kulit wajah mulus serta glowing tentunya menjadi impian banyak perempuan. Bahkan tidak hanya kaum hawa, sekarang para pria pun juga menjadi konsumen di industri ini. Jenis kulit dan warna kulit tiap orang pun berbeda. Ada jenis kulit berminyak, kering, sensitif, normal, dan kominasi. Warna kulit pun beragam dari putih, kuning langsat, sawo matang, hingga gelap. Namun, narasi-narasi iklan yang kebanyakan kita dengar dan lihat adalah perempuan cantik itu berkulit putih. Maka tak heran banyak perempuan berlomba-lomba untuk berkulit putih, meskipun tone warna kulit yang dimiliknya cenderung cokelat atau sawo matang, khas perempuan Asia Tenggara.
Saya jadi teringat seorang teman, sebut saya Mira (nama samaran). Mira ini sebenarnya manis. Banyak yang menyukainya lantaran sikapnya yang supel dan periang. Namun Mira ternyata memiliki insecurity terkait warna kulit wajahnya yang menurut dia cokelat gelap. Mulailah Mira berburu aneka produk perawatan kecantikan hingga kosmetika untuk membuat kulitnya lebih glowing. Sayangnya saat itu di tahun 2013 edukasi mengenai kecantikan dan bahaya skincare/kosmetika abal-abal tidak seperti sekarang ini. Berawal dari tawaran temannya, Mira tergiur dengan krim wajah yang ditawarkan temannya. Konon katanya krim tersebut mampu membuat kulitnya lebih glowing dalam waktu satu bulan. Alamak! Setelah dikonsumsi selama 2 minggu muncul bintik-bintik merah. Mira terkena iritasi dan kulitnya terasa gatal. Karena takut kenapa-napa akhirnya Mira memeriksakan kulitnya ke dokter umum di puskesmas. Oleh dokter di puskesmas Mira diminta berkonsultasi ke dokter spesialis kulit. Oleh dokter spesialis kulit Mira diberikan obat dan krim untuk menyembuhkan gatal-gatal di kulit mukanya dan tahukah gaes, uang yang digelontorkan Mira untuk berobat berkali-kali lipat lebih mahal daripada krim pemutih yang dia beli. Mira kapok. Semenjak itu Mira lebih berhati-hati ketika membeli produk kecantikan. Bukan kulit putih yang dibutuhkan, tetapi Mira lebih butuh kulit sehat dan bersih. Cantik itu bukan hasil instan, yang serbainstan tentu diragukan.
Tahukah kamu gaes, dalam kurun waktu 4 tahun (2016 hingga 2019), jumlah produk kecantikan (kosmetik) ilegal yang diamankan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BOM) sudah mencapai 249 miliar. Pada tahun 2018, angkanya naik signifikan menjadi 112 miliar rupiah. Adapun di tahun 2016 dan 2017, total produk kecantikan ilegal yang berhasil diamankan tercatat 78 miliar rupiah.
Untuk sebuah produk kecantikan agar tercatat di BPOM harus memenuhi 4 jenis persyaratan terkait keamanan, kebermanfaatan, mutu, dan penandaan. Informasi pada label kemasan dan bahan-bahan juga dicantumkan secara lengkap dan tidak menyesatkan. Adapun persyaratan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1176/MENKES/VIII/2010 tentang notifikasi kosmetika. Selain itu ada juga Peraturan BPOM RI Tahun 2010 Tentang Kriteria dan Tatacara Pengajuan Notifikasi Kosmetika. Maka dari itu dalam satu kemasan skincare atau kosmetika wajib mencantumkan nama produk, kegunaan, cara penggunaan, komposisi, nama produsen, nomor batch (kode produksi), tanggal daluwarsa, serta nomor notifikasi. Masih menurut BPOM, produk abal-abal yang laris di marketplace yakni krim pemutih dan obat pelangsing badan.
Memutihkan kulit dalam waktu cepat secara instan sangatlah mustahil, oleh karena itu penggunaan bahan-bahan kimiawi berbahaya dan logam berat digunakan untuk meluruhkan lapisan kulit paling luar (epidermis) oleh para produsen gelap. Alih-alih membuat kulit glowing, produk kecantikan ilegal dan abal-abal ini bisa membuat kulit kita menjadi rusak.
4 Langkah cerdas dalam sebelum membeli produk kecantikan termasuk kosmetika, yuk cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa). Setidaknya cek KLIK merupakan panduan kita agar tidak terjebak pada krim-krim abal-abal/ilegal. Produk berikut sebenarnya belum masuk kategori ramah lingkungan karena masih berbahan plastik. Saya menggunakannya sebagai contoh karena produk tersebut sudah memiliki izin edar dari BPOM. Sebagai konsumen cerdas kita bisa menyortir limbah plastik kemasan produk agar bisa didaur ulang dengan cara mengirimnya ke bank sampah atau perusahaan berbasis waste management (ini salah satu cara mengurangi sampah plastik menuju zero waste). Produk kecantikan yang sudah memiliki izin edar dan tersertifikasi BPOM dinilai lebih aman dibandingkan produk abal-abal yang berkeliaran bebas di pasaran.
Saya pikir, kita harus membenahi pola pikir kita tentang makna cantik. Sedari kecil kita dijejali makna cantik dengan definisi-definisi seperti berkulit putih. Media periklanan dan marketing di berbagai lini media mendefinisikan cantik sedemikian rupa. Maka jangan heran, jika ada perempuan merasa kurang nyaman dengan kulit gelap atau sawo matangnya dan ingin mengubahnya menjadi putih dengan berbagai cara, mulai dari mengonsumsi krim pemutih/pencerah hingga operasi plastik. Nah, di sinilah peran kita dalam hal meredefinisikan makna cantik. Cantik tidak identik dengan kulit putih ya, yang terpenting adalah bagaimana menjaga kulit agar tetap sehat, bersih, nan terawat.
Memilih produk kecantikan yang tepat, aman, dan menyehatkan merupakan investasi jangka panjang untuk kulit kita. Saya juga mendapat knowledge baru setelah mengikuti Blogger Gathering #LestarikanCantikmu yang diselenggarakan oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Madani Berkelanjutan, dan Blogger Perempuan yang menghadirkan 3 narasumber kece. Mereka adalah Danang Wisnu Wardhana (Skincare Content Creator), Christine pan (Segara Naturals), dan Gita Syaharani (Kepala Sekretariat LTKL). Tidak hanya produk kecantikan yang aman dan sehat saja gaes, tetapi juga berkelanjutan, ramah lingkungan, dan ramah sosial (sustainable beauty).
Definisi sustainable (berkelanjutan) di sini yakni mendukung visi ekonomi lestari atau ekonomi berkelanjutan. Indonesia kaya akan komoditas yang mendukung ekonomi lestari, komoditas yang saya maksud diantaranya kopi, teh, rempah, minyak tengkawang, dan masih banyak lagi. Konsep ekonomi lestari/berkelanjutan menjadi salah satu inovasi bagi daerah guna menciptakan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat setempat serta iklim investasi yang berkualitas. Nah, aneka komoditas yang saya sebutkan tadi bisa lho diolah menjadi produk-produk industri kecantikan, kopi misalnya bisa dijadikan bahan body scrub.
"Aku itu memakai skincare harus dengan tenang, dengan damai, dan dengan bahagia. Kalau bahan-bahan yang aku akai udah bikin aku senang, menggunakan bahan-bahan yang baik, dan prosesnya baik, bekerjasama dengan petani lokal, itu bagi aku kayak jadi nilai tambah. Produk-produk tersebut bebas dari bahan-bahan negatif, bahan-bahan yang berbahaya, atau apa otomatis hasilnya di kulit kita lebih oke daripada memakai produk dengan bahan-bahan yang tidak sesuai dengan standar kesehatan." Papar Danang Wisnu dalam online gathering tersebut.
Danang Wisnu menjelaskan kalau dirinya sudah merasa bahagia dan cocok dengan bahan-bahan suatu produk kecantikan, maka hasilnya akan berdampak signifikan di kulit. Untuk bahan yang aman atau tidak, cara mengeceknya bisa dilihat dari apakah produk tersebut sudah tersertifikasi dan mengantongi izin edar dari BPOM. Untuk lebih mudahnya bisa cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa).
Produk kecantikan yang sudah lolos BPOM insya allah sebenarnya sudah aman, ungkas Danang. Sekarang ini sudah banyak yang aware mengenai produk perawatan kecantikan yang ramah lingkungan dibandingkan satu dekade silam. Sustainable beauty bahkan menjadi tren lho. Saat ini sudah banyak produsen lokal yang berinovasi menciptakan produk go green.
Gita Syaharani, Kepala Sekretariat LTKL mengungkapkan berdasarkan data hasil riset LTKL serta mitra di 3 negara (Korea Selatan, Jepang, dan China) menilai bahwa orang-orang rentang usia 18 hingga 30 tahun sudah mulai sadar tentang polusi. Mereka juga mempertimbangkan bahan-bahan utama suatu produk kecantikan. Oleh karena itu, di Asia proses pengemasan produk hingga sampai kepada konsumen menjadi hal krusial. Berikut hasil olahriset LTKL mengenai pertimbangan konsumen ketika memilih suatu kecantikan. Tuh kan indikator "bahan dalam produk" memiliki persentase paling tinggi (91,5%), diikuti harga (75,7%), dan kualitas produk tersebut (73,9%).
Sustainable product itu seperti apa sih? Gita Syaharani menuturkan bahwasanya suatu produk dikatakan ramah sosial dan lingkungan jika memenuhi Natura Standardization. Setidaknya ada 3 kriteria dalam Sandar Natura, ketiganya mencangkup: menjaga fungsi alam tanpa bencana, petani/pekebun sejahtera, terakhir terkait bagaimana penanganan limbah produksi dan energi.
Salah satu produsen produk kecantikan yang pabriknya terletak di Cikarang sudah mulai aware terhadap isu lingkungan. Agar limbah yang dihasilkan tidak menjadi bencana di kemudian hari, pabrik tersebut mengolah limbahnya sedemikian rupa sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar. Limbah lumpur yang dihasilkan diolah kembali menjadi bahan yang langsung bisa dimanfaatkan yakni dengan mengubahnya menjadi bahan siap pakai yang kemudian dikirim ke pabrik semen sebagai bahan bakar. Untuk mengurangi sampah agar tidak menumpuk di tanah, pabrik tersebut mengubah sampah dengan cara kompos dan recycle. Demikian pula kardus bekas, limbah kardus yang mencapai 30-50 ton dalam satu bulan bisa digunakan berkali-kali karena kardus tersebut berjenis returnable packaging box. Dengan hal itu perusahaan dapat menekan meningkatnya limbah kardus.
Gita Syaharani menambahkan ada 6 cara agar kita memahami dan mendukung produk-produk sustainable beauty. Keenamnya bisa dilihat pada infografis berikut.
Saya beruntung menjadi salah satu orang yang mencoba 2 produk Segara Naturals. Segara Naturals, produk kecantikan satu ini memiliki concern terhadap organic dan natural skincare. Christine Pan, pendiri Segara Naturals memiliki keresahan yang cukup besar mengenai sampah-sampah yang bertebaran di laut dan darat. Dalam kurun waktu 2014 hingga 2015, kantor tempat Christine bekerja mengirimnya ke luar jawa seperti Papua dan Lombok. Mau di manapun Christine melakukan aktivitas traveling pasti menjumpai namanya sampah, dari botol shampoo hingga sendal jepit. Christine mengakui dulu suka membawa sabun atau shampo botolan ketika bertraveling, tetapi kadang kemasannya tidak rapat sehingga mudah tumpah. Dari situ Christine berpikir mmembuat produk kecantikan yang ramah lingkungan juga berbahan-bahan alami (mengutamakan komoditas lokal Indonesia). Produk Segara Natural termasuk palm oil free ya gaes, Segara Naturals menggunakan minyak nonsawit seperti minyak tengkawang, minyak kelapa, dan lain sebagainya.
Dua produk Segara Naturals: Solid Deodorant dan Travel Soap. Dokumentasi pribadi
Christine mengakui awalnya kesulitan ketika membuat produk yang free palm oil. Pernah suatu ketika mencari petani minyak tengkawang, keterbatasan bahan baku menjadi kendala. Hingga suatu ketika Christine mendapatkan pemasok minyak tengkawang yang dirasa cocok, dia segera kontak orang tersebut untuk diajak bekerjasama.
Christine mengakui bahwa produknya belum sepenuhnya zero waste. Segara Naturals masih menggunakan kemasan berbahan aluminum (kaleng). Meskipun demikian, produk Segara Naturals ketika sudah habis bisa dipesan kembali, kalengnya jangan dibuang karena bisa digunakan kembali (di-refill) untuk produk sejenis. Menariknya, Christine berupaya agar produk Segara Naturals selain organik, alami, dan berbahan baku lokal, juga day to day operasional meminimalisasi penggunaan sampah plastik. Misalkan Christine memastikan karyawan yang bekerja di Segara Naturals menggunakan sedotan nonplastik.
Saat ini produk-produk Segara Natural sedang dalam proses untuk mendapatkan sertifikasi dari BPOM. Semoga disegerakan ya Kak Christine mendapatkan sertifikasi tersebut!
Mari kita dukung produk-produk kecantikan lokal yang pro sustainability. Memilih produk yang berbahan natural, organik, lagi aman adalah bentuk investasi jangka panjang untuk kulit sehat kita. Lestarikan cantikmu melalui skincare dan kosmetika yang ramah lingkungan dan sosial. Bagikan ceritamu supaya banyak orang semakin tahu. Yuks!