Senin, 24 Oktober 2022

Penerapan Transisi Energi Untuk Kurangi Polusi, Indonesia Sudah Siapkah?

Dalam presidensi G20 2022 lalu pemerintah Indonesia mendukung isu transisi energi. Terutama dalam hal ini transisi energi berkelanjutan. Apa saja  hal krusial yang perlu dibicarakan? Ketiganya meluputi bagaimana akses energi yang terjangkau, penggunaan teknologi pintar dan bersih, serta pembiayaan energi bersih berkelanjutan.

Saya kasih contoh pada poin penggunaan teknologi pintar dan bersih, artinya kurang lebih begini, bagaimana Indonesia memanfaat teknologi dengan mengaplikasikan penggunaan energi yang ramah lingkungan serta tidak menimbulkan polusi. Penggunaan mobil listrik misalnya. 

Bicara mobil listrik, orang pasti akan mengingat elon Musk, figur penting di balik berdirinya Tesla. Bahkan ketika Tuan Musk datang ke Indonesia dan bertemu dengan Jokowi Indonesi seketika heboh. Ya, Tuan Musk muda ini menginisiasi perusahaan di bidang mobil listrik yang bernama Tesla. Di sini, saya tak akan membicarakan kehebohan Tuan Musk yang membuat banyak awak media tertarik untuk meliputnya.

Tak hanya Tesla yang membidani mobil listrik, beberapa perusahaan otomotif besar di dunia saat ini berlomba-lomba menciptakan inovasi mobil listrik yang tentunya lebih efisien dengan harga yang variatif supaya ke depannya lebih mudah diterima masyarakat dunia. 

Mobil listrik menjadi spotlight beberapa waktu belakangan karena mobil listrik dinilai menjadi transportasi masa depan yang mendukung energi berkelanjutan serta nol emisi (gak bikin polusi yes!). 

Bagi saya mobil listrik bukanlah hal yang baru, sebab selama saya kuliah, kampus saya sudah dalam tahap mengembangkan mobil listrik. Semenjak kuliah saya tergabung di UKM (Unit Kerja Mahasiswa) yang berfokus pada inovasi teknologi, salah satunya pada kreasi mobil listrik Garuda UNY. 

Bahkan mobil listrik dari kampus saya sudah bersaing di kompetisi tingkat internasional (tahun 2015). Meskipun saat itu saya tidak terlibat secara langsung di divisi mobil listrik, saya tahu bagaimana kerja keras dan perjuangan teman-teman divisi ini dalam mengembangkan mobil listrik, bahkan dibela-belain sampai menginap dan lembur di basecamp!

Saya kutip dari Kompas, Menteri Perindustruan Agus Gumiwang mengatakan setidaknya saat ini ada 4 perusahaan bus listrik, 35 perusahaan roda dua, dan 3 perusahaan roda empat. Total nilai investasinya mencapai 1,87 triliun.

Meskipun saat ini penjualan mobil listrik belum sesignifikan dan semasif mobil biasa dengan bahan bakar fosil, elektrifikasi otomotif di masa depan menjadi sebuah keniscayaan. Ditambah saat ini pemerintah serius mewujudkan Net Zero Emission (NZE) guna menghadapi tantangan dan risiko perubahan iklim di masa mendatang. 

Anyway, ada yang pernah dengar istilah Net Zero Emission sebelumnya? Mungkin beberapa kalian masih asing dengan istilah ini. Saya pertama kali dengan Net Zero Emission atau Net Emisi Karbon itu tahun lalu saat mengikuti virtual gathering Eco Blogger Squad #EcoBloggerSquad. Secara sederhana, Net Emisi Karbon adalah bagaimana upaya mengkondisikan jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebih jumlah emisi yang mampu diserap bumi. Salah satu upaya untuk mendukung kondisi Net Emisi Karbon yakni kebijakan dari pemerintah berikut dukungan dari masyarakat. Transisi energi diperlukan guna mencapai keseimbangan antara aktivitas manusia dan juga alam.

Dikutip dari laman ESDM, untuk mencapai kondisi Net Emisi dan mengurangi jejak karbon pemerintah menerapkan lima prinsip; peningkatan energi baru dan terbarukan, pengurangan energi fosil, penggunaan kendaraan listrik di sektor transportasi, pemanfaatan listrik pada sektor industri dan rumah tangga, terakhir pemanfaatan Carbon Capture and Storage (penangkapan, penyimpanam, dan pemanfaatan karbon pada pembangkit listrik dan proses pengolahan gas alam).

Adanya transisi energi ini juga dinilai mampu menghalau selimut polusi yang ada di Indonesia. Udara bersih menjadi isu krusial yang perlu dibicarakan bersama karena polusi udara menjadi menimbulkan berbagai masalah bagi umat manusia dan juga lingkungan hidup. Tanpa adanya perubahan pada cara memproduksi dan menggunakan energi, maka intensitas polusi udara akan terus meningkat.

Hal buruk atau ancaman seperti apa yang bakal dihadapi manusia jika polusi melebihi ambang batas? Yang jelas dan yang paling bisa dilihat ancaman kesehatan seperti munculnya penyakit saluran napas akut yang menyerang paru-paru. Selain itu, keseimbangan alam pastinya juga bakalan terganggu. Polusi udara bisa menyebabkan suhu bumi meningkat dan air laut naik. Ketika suhu bumi meningkat di situlah perubahan iklim bakalan mengganggu keseimbangan alam ini.
Hal demikian diamini oleh Fariz Panghegar (Manager Riset traction Energi Asia) bahwasanya energi fosil yang tidak ramah lingkungan bisa menyebabkan selimut polusi kian pekat. Dalam virtual gathering dengan tema "Transisi Energi dan Selimut Polusi" yang diadakan baru-baru ini, Fariz Panghegar menjelaskan banyak hal mengenai transisi energi serta tantangan apa saja yang dihadapi Indonesia saat ini dalam hal proses transisi energi. Bahasanya renyah dan cukup mudah dipahami saya yang masih awam ini.
Fariz juga menjelaskan kepada kami semua yang mengikuti gathering tersebut langkah sederhana apa yang bisa kita lakukan untuk mendukung proses transisi energi. Misalnya dengan mematikan lampu jika tidak sedang digunakan atau upayakan menggunakan kendaraan umum ketimbang kendaraan pribadi

Transisi energi bukanlah hal yang mudah karena diperlukan adopsi dan penerimaan juga dari masyarakat. Dengan adanya berbagai instrumen dan kebijakan pemerintah semoga langkah ini menjadi terang benderang di masa yang akan datang. Indonesia sedang bersiap untuk itu!

Senin, 10 Oktober 2022

Hijaukan Bumi Lindungi Alam dari Selimut Polusi

Cerita dari Orang Baik: Mbah Sadiman Hijaukan Lereng Lawu yang Tandus Lagi Kering Kerontang

Ada kalanya seseorang melakukan hal yang dianggap nyeleneh, tak biasa, bahkan dianggap wagu oleh orang lain di sekitarnya. Namun nyatanya, hal-hal aneh itu justru mendatangkan manfaat yang sangat besar di kemudian hari. Demikian halnya apa yang dilakukan Mbah Sadiman. Sosok yang saat ini sudah memasuki usia senja itu bertahun-tahun yang lalu kerap dicemooh lantaran melakukan hal gila. ya hal gila. bahkan dirinya dianggap sudah gila oleh warga sekitar. Apa pasal? Mbah Sadiman ini puluhan tahun lalu secara konsisten menanam bibit beringin  pada lahan yang gersang dan tandus.

Mbah Sadiman. Foto: Yours Movie/YouTube

Cerita bermula di tahun 1964 ketika Gunung Lawu mengalami kebakaran yang luar biasa. Si Jago merah dengan rakusnya melahap apa saja yang ia lewati, termasuk hutan belukar di lereng Gunung Lawu. Alhasil, kawasan yang dilahap si jago merah tersebut lambat laun berubah menjadi kawasan tandus, apalagi di musim kemarau. Sudah kering, gersang, tak subur, jarang hujan pula. Di musim kemarau warga pun kesulitan mencari air untuk dikonsumsi (krisis air). 

Di tahun 1966, Mbah Sadiman mulai menanam bibit pohon beringin. Pohon dengan nama ilmiah Ficus benjamina tersebut konsisten ditanam di lahan yang tandus. Mbah Sadiman melakukan hal itu seorang diri. Ya seorang diri. Tidak ada yang menemani atau membersamai Mbah Sadiman melakukan aktivitas menanam bibit beringin.

Mbah Sadiman pernah diolok gila karena setiap hari menanam bibit beringin. Kegiatan tersebut dianggap tak berfaedah. Di saat warga sibuk menanam tanaman pangan, Mbah Sadiman justru menanam beringin. Sungguh aneh, pikir warga. Lagi pula di masa itu, pohon beringin dianggap wingit dan sarang demit. Itulah mengapa masyarakat di sana tidak respek ketika Mbah Sadiman menanam beringin.

Berpuluh tahun pun berlalu, pria kelahiran Wonogiri tahun 1954 memetik hasil peluhnya. Pada tahun 2016, sekitar 20.000 beringin tumbuh melingkari kawasan Hutan Gendol. Kawasan yang tadinya mengalami krisis air dan rawan kekeringan kini berubah menjadi kawasan dengan persediaan air yang melimpah.

Mbah Sadiman beroleh penghargaan Kick Andy Heroes 2016. 

Atas dedikasi dan konsistensinya dalam melakukan konservasi dan penghijauan, sejumlah penghargaan diberikan kepada Mbah Sadiman. Salah satu penghargaan tersebut adalah Tokoh Inspiratif Reksa Utama Anindha (Penjaga Bumi yang Penuh Kebijakan) dari BNPB. 

Beringin. Pohon beragam manfaat. Sumber gambar www.theoriginalgarden.com

Beringin, bagi sebagian masyarakat Indonesia yang percaya akan mitos-mitos, tanaman ini masih dianggap sebagai pohon yang memiliki banyak penunggu tak kasat mata atau pohon keramat. Faktanya pohon ini mampu menyimpan cadangan air dalam jumlah besar. Air hujan yang turun begitu deras dan bisa menyebabkan banjir diserap dan disimpan oleh perakaran beringin. Keren banget sih manfaat si pohon yang dianggap wingit ini. Selain itu, manfaat lainnya dari pohon beringin adalah menyerap karbondioksida dan polutan yang berasal dari emisi kendaraan bermotor.

Hutan dan Sejuta Manfaatnya untuk Alam dan Manusia

Dari cerita Mbah Sadiman di atas kita jadi mengetahui bahwasanya hutan yang terbakar dan gundul menyebabkan daerah di sekitarnya mengalami krisis air. Hutan memiliki berjuta manfaat bagi kehidupan. Hutan mampu menyimpan cadangan air sekaligus penyaring udara (menjaga alam dari selimut polusi). Itulah mengapa ada istilah hutan sebagai paru-paru dunia. Berbagai jenis tanaman ada di hutan. Dalam jumlah besar tanaman yang lebat mampu menyerap polutan yang dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor, asap pabrik, dan sejenisnya. Di antara hutan warisan dunia yang berkontribusi terhadap emisi adalah Hutan Hujan Sumatera, Taman Kinabalu di Borneo Malaysia, dan Blue Mountains di Australia (sumber: kompas.com).

Hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Yups, pohon dapat menyerap CO2 (karbondioksida) serta mengubahnya menjadi kayu. Karbon yang terserap ini akan tetap terikat selama ratusan bahkan hingga ribuan tahun. Inilah bagian penting fungsi hutan dari sistem iklim bumi. Secara sederhana pohon yang tumbuh subur  akan menjadi penyerap karbondioksida dari permukaan atmosfir bumi serta menyimpannya di dalam daun, akar, dan tanah hutan. Dapat disimpulkan melalui ini, hutan mampu menjadi garda terdepan dan mampu melindungi alam dari krisis iklim dan ancaman perubahan iklim.

10 hutan Warisan Dunia penghasil karbon:

1. Hutan Hujan Tropis Sumatera, Indonesia

2. Cagar Biosfer Río Plátano, Honduras

3. Taman Nasional Yosemite, AS

4. Taman Perdamaian Internasional Gletser Waterton, Kanada/AS

5. Pegunungan Barberton Makhonjwa, Afrika Selatan

6. Taman Kinabalu, Malaysia

7. Cekungan Uvs Nuur, Federasi Rusia/Mongolia

8. Taman Nasional Grand Canyon, AS

9. Area Greater Blue Mountains, Australia

10. Taman Nasional Morne Trois Pitons, Dominika

Ancaman Polusi dan Perubahan Iklim

Penebangan hutan dalam skala masif dapat berefek pada banyak hal. Dua di antaranya ancaman polusi dan perubahan iklim. Hutan melindungi bumi ini dari bahaya selimut polusi yang dihasilkan oleh beragam aktivitas manusia

Definisi polusi. Menurut Ainnudin dan Widyawati (2017), pencemaran adalah suatu kondisi yang mengubah dari bentuk awal ke keadaan yang lebih buruk. Perubahan yang terjadi lebih buruk ini sebagai akibat dari adanya bahan-bahan pencemar yang masuk. Bahan pencemar tersebut memiliki sifat racun (toksik) yang dapat membahayakan organisme hidup di sekitarnya. Sifat racun inilah yang menjadi penyebab pencemaran. Secara sederhana, pengertian polusi yaitu adanya suatu zat atau materi yang masuk ke dalam lingkungan sehingga menyebabkan lingkungan menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Definisi perubahan iklim. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) mendefinisikan Perubahan iklim sebagai gejala atau fenomena disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada perioda waktu yang dapat diperbandingkan. Komposisi atmosfer global yang dimaksud adalah komposisi material atmosfer bumi berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang di antaranya, terdiri dari Karbon Dioksida, Metana, Nitrogen, dan sebagainya. 

Perubahan iklim bisa diukur dalam bentuk statistik melalui International Panel on Climate Change. Salah satu dampak perubahan iklim adalah bencana alam yang terkait dengan peningkatan suhu bumi. Data NASA dan NOAA menunjukkan bahwa rata-rata suhu global pada 2016 adalah 1,78 derajat fahrenheit (0,99 derajat celcius), lebih hangat daripada rata-rata suhu bumi saat pertengahan abad ke-20.

Kebakaran hutan dan lahan serta berbagai polusi udara yang mencemari lingkungan memberikan pengaruh terhadap kenaikan suhu bumi dan perubahan iklim. Tahun 2019 misalnya, dampak dari El Nino menyebabkan pergerakan arus panas dari Asutralia ke Indonesia. Pada tahun tersebut, beberapa kawasan di Indonesia mengalami kebakaran hebat. Kebakaran ini sebenarnya bukan karena faktor iklim seperti El Nino saja, tetapi juga aktivitas manusia (menebangi hutan dan mengubahnya lahan menjadi kawasan industri). Secara ringkas, hutan ditebang untuk industri, polusi dari asap industri membuat aktivitas gas rumah kaca semakin meningkat sehingga berpengaruh terhadap perubahan iklim.

Kontribusi Kita untuk Lindungi Bumi 

Sangat salut atas jerih payah dan perjuangan Mbah Sadiman hijaukan bumi di Lereng Gunung Lawu. Kita pun bisa berkontribusi seperti Mbah Sadiman dengan cara sederhana dan aksi kecil yang bisa kita lakukan. Karena sekecil apapun langkah yang kita ambil, kalau dilakukan secara bersama-sama dan terus menerus akan besar dampaknya (Time Up For Impact).

Contoh sederhana atau aksi kecil yang bisa kita lakukan untuk lindungi bumi dari polusi dan ancaman perubahan iklim: menanam tanaman penyerap karbon seperti Bunga Lili, Sirih Belanda, Palem kuning, dan tanaman lainnya di sekitar rumah. Sebenarnya tidak harus tanaman yang saya sebutkan sih. Itu hanya contoh. Rumah yang pekarangannya dipenuhi tanaman hias saja kelihatan asri, segar, dan bebas dari udara toksik, kan? Aksi selanjutnya berkontribusi langsung pada proyek tanam pohon (biasanya ini dilakukan secara masal dan melibatkan komunitas tertentu). Jika tidak bisa terlibat langsung di project tanam pohon, cara yang paling mudah adalah donasi pohon secara digital. Mungkin kamu bisa berkontribusi dengan cara-cara yang lain. #SelimutPolusi #MudaMudiBumi #UntukmuBumiku #TeamUpForImpact.

Kalau semisal saya memiliki kesempatan membuat kebijakan untuk mengurangi polusi untuk mengatasi perubahan iklim saya akan berfokus pada penghijauan, moratorium sawit, transisi energi menuju energi yang lebih ramah lingkungan serta mengurangi mobilitas penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil menjadi kendaraan listrik. Demikian. Terima kasih sudah membaca.