Kamis, 21 Februari 2019

Mereguk Inspirasi Halal Journey Via Jogja Halal Food Expo 2019

Undang-Undang Nomor 33 mengenai Jaminan Produk Halal telah disahkan pada tahun 2014. Undang-Undang tersebut memuat pokok-pokok peraturan mengenai bagaimana jaminan ketersediaan produk halal, hak dan kewajiban pelaku usaha dalam memilih bahan hingga memproses produk halal, serta tata cara pengajuan permohonan sertifikat halal. Yups, akhir-akhir ini kesadaran masyarakat dan pelaku usaha mengenai produk halal mulai meningkat. Sektor produk halal tidak hanya menyangkut pada makanan dan minuman (pangan), obat-obatan, kosmetika, tetapi juga merambah ke jasa keuangan (fintech), dan pariwisata. Begitu besar pengaruh industri halal pada pertumbuhan ekonomi nasional membuat Bank Indonesia pada tahun 2018 membuat perhelatan The Indonesia International Halal Lifestyle Conference & Business Forum dengan tema "Halal Lifestyle Goes Global: Trend, Technology & Hospitality Industry.” Perhelatan ini diadakan seiring seirama dengan Sharia Economic Festival serta pertemuan tahunan IMF-World di Bali 2018 silam. Perhelatan yang menggandeng pemerintah, pengusaha, investor, dan para pemangku kepentingan tersebut bertujuan membangun komitmen, sinergi, dan strategi dalam hal membentuk ekosistem halal value chain di Indonesia. Salah satu caranya yakni dengan edukasi, social campaign, dan implementasi gaya hidup halal. 

Lalu bagaimana komitmen dan strategi pemerintah daerah dalam rangka membangun industri halal yang sangat potensial tersebut? Kali ini saya berkesempatan menghadiri rangkaian acara Jogja Halal Food Expo 2019 yang didukung oleh Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah DI Yogyakarta dan PLUT-KUMKM DI Yogyakarta. Adapun PLUT-KUMKM (Pusat Layanan Umum Terpadu Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) merupakan lembaga yang menyediakan jasa yang sifatnya nonfinansial dan terintegrasi untuk pelaku UMKM dalam rangka mengembangkan kinerja produksi, manajerial, pemasaran, SDM, teknis, akses pembiayaan, dan lain sebagainya. Jadi, kalau kamu pelaku UMKM di wilayah Yogyakarta yang ingin mengembangkan usaha lebih baik lagi, jangan sungkan untuk bertandang dan membangun relasi dengan Dinas Koperasi dan PLUT ya. Apalagi untuk proses sertifikasi produk halal, tentu saja pelaku UMKM akan didukung dan difasilitasi oleh instansi tersebut.

Jogja Halal Food, tentu saja tema kali ini lebih fokus pada industri makanan halal di wilayah Yogyakarta. Berlokasi di Jogja Expo Center (JEC), perhelatan Jogja Halal Expo berlangsung mulai tanggal 20 hingga 24 Februari 2019. Tidak hanya menikmati suguhan kuliner halal, para pengunjung juga bisa mengikuti rangkaian acara mulai dari demo masak yang dipandu oleh Chef Dian serta talkshow "Makan Makanan yang Halal Yuk" yang menampilkan narasumber dari latar belakang yang berbeda. Mantap betul kan?

Saya sendiri datang di hari kedua, yakni tanggal 21 Februari 2019. Lantas inspirasi halal apa yang saya dapat selama seharian mengikuti acara tersebut? Berikut liputannya...

Mereguk Inspirasi Halal Journey Via Jogja Halal Food Expo 2019

Saking semangatnya, saya datang terlalu awal. Pukul 08.23 saya sudah tiba di venue. Suasana tampak temaram, maklum lampu-lampu stand belum semua dihidupkan. Selain itu banyak booth yang masih sepi, belum terlihat karyawan atau pemilik usaha yang melakukan aktivitas (goreng-menggoreng misalnya). Pengunjung pun bisa dihitung dengan jari. Saya memanfaatkan momen senggang tersebut untuk membuat catatan, halal journey journal 2019. Catatan tersebut diracik dan nantinya akan diposting di blog Arinta Story. 

Menjelang siang, para pengunjung mulai berdatangan. Ada yang datang sendirian (((seperti saya))), berdua, bahkan berkelompok. Ada pengunjung yang mengabadikan momen bersama smartphone dan kamera digitalnya. Ada juga pengunjung yang mengobrol sembari menikmati sajian menu yang rasanya menggigit lidah. Pengunjung lain memborong aneka penganan untuk dijadikan oleh-oleh. Saya sungguh menikmati setiap jengkal momen tersebut. 
Disclaimer : Dokumentasi tersebut adalah dokumentasi pribadi, dilarang mengambil foto tanpa ijin saya.
Ini halal. Gak usah ditanya lagi!. Dokumentasi pribadi
Setelah puas berkeliling dan mencicipi beberapa menu kuliner, saya tertarik menghadiri acara baking demo (membuat resep aneka kue) yang dibersamai oleh Chef Dian. Banyak pengunjung perempuan yang antusias mengikuti acara tersebut. Pada kesempatan ini, chef Dian akan berbagi resep 3 kue andalan yakni, Nutti Brownie Cookies, Crunchy Chocolate Swiss Roll, dan Orange Chocolate Tart. Tak lupa Chef Dian membagi tips dan trik membuat kue agar terasa crunchy, tidak lembek, dan pastinya memanjakan lidah. 
Chef Dian (berbaju hitam) bersama seorang peserta mempraktikkan cara membuat Orange Chocolate Tart. Dokpri
Tak hanya mendapat transfer ilmu membuat 3 resep kue, pengunjung juga boleh mencicipi sampel yang ada. Dokpri
Nah, selanjutnya kita memasuki gelanggang utama alias acara yang paling esensial dan dinanti-nanti menurut saya. Acara tersebut berupa talkshow interaktif yang dimoderatori oleh Ibu Sukamti dan menghadirkan 3 narasumber yang merupakan ahli di bidangnya. Narasumber pertama bernama Ibu Syam Arjayanti, beliau merupakan Kabid Bidang UMKM Dinas Koperasi DIY . Narasumber kedua bernama Ibu Hani Kusdaryanti dari Fania Food (pengusaha). Narasumber terakhir yakni Bapak Elvy Effendie, beliau merupakan perwakilan dari LPPOM MUI DIY. "Makan Makanan Halal Yuk" menjadi tema talkshow pada hari ini. Serius! Sangat beruntung saya bisa hadir di sini!
Dari kiri ke kanan : Bu Sukamti, Bu Hani, Bu Syam, dan Pak Effendie. Dokumentasi pribadi
Menurut penuturan Bu Syam, ada lebih dari dua ratus ribu UMKM di wilayah DIY. Namun yang memiliki sertifikat produk halal belumlah banyak. Seharusnya ini menjadi tantangan bagi pelaku usaha mengingat kesadaran konsumen akan produk halal sudah semakin baik. Terdata hingga 2018, ada 187 UKM dari kelompok bakery, 7 UKM dari kelompok cokelat dan produk turunannya, 40 UKM dari kelompok minuman dan aneka olahannya, 15 UKM dari kelompok jejamuan, dan 118 restoran dan katering yang sudah memiliki sertifikat halal.

Apa sih manfaat sebuah produk yang memiliki sertifikasi halal? Tentunya selain sertifikasi/label PIRT atau MD dari BPOM, sertikasi halal dari MUI dirasa sangat penting, mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Pelaku usaha harusnya paham bahwa segmentasi pasar muslim begitu menggiurkan. Apalagi saat ini, Indonesia melalui Kementerian Pariwisata sedang gencar-gencarnya mempromosikan destinasi wisata halal. Selain itu, melalui sertifikasi halal, sebuah produk akan mendapatkan kepercayaan konsumen, memiliki unique selling point, dan terakhir meraih kesempatan pangsa pasar global di negara muslim seperti Malaysia, Brunai Darussalam, Uni Emiret Arab, Arab Saudi, dan sebagainya.
Bu Hani (tengah berbaju merah muda), Owner dari Fania Food bersama peserta magang. Dokumentasi Fania Food
Sebagai pelaku usaha menggeluti aneka produk olahan ikan, sertifikasi halal sangatlah esensial bagi Hani Kusdaryanti, pemilik usaha Fania Food. Produk berlabel halal mampu meroketkan omset dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk-produk Fania Food.

Berawal dari niat untuk menambah penghasilan, Bu Hani pada tahun 2008 menjajal peruntungan dengan membuat usaha produk olahan ikan. Jangan tanya bagaimana produk dan kemasan pada awal merintis usaha, pastinya perlu banyak masukan dan perbaikan dari segi kualitas. Saat itu pendampingan usaha dari dinas belumlah seperti sekarang ini. Lanjut ya. Adapun jenama FANIA, diambil dari gabungan dua putri Bu Hani, FA (farrel) dan NIA (Tania).

Pada tahun 2009, Bu Hani pertama kali mengikuti pameran produk di JEC, justru setelah pameran banyak permintaan dari  supermarket-supermarket yang ada di Jogja. Namun, ketika memasarkan produk ke supermarket, satu hal yang paling esensial adalah mengenai perijinan dan sertifikasi produk, terutama ijin PIRT (BPOM) dan sertifikasi halal (MUI). Gimana ya caranya mendapat sertifikat halal? Pada tahun 2010, Bu Hani mampir ke dinas untuk menggali informasi lebih jauh mengenai sertifikasi produk halal. Setelah mendapat sertifikasi halal, produknya sudah mampu menembus supermarket. Kini, bukan hanya lebal PIRT dan sertifikasi halal saja, beberapa produk Fania Food sudah berstandar SNI dan menuju ISO.

Berawal dari hobi, kini Bu Hani memiliki rumah produksi sendiri. Berlokasi di daerah Gedongkuning, rumah produksi tersebut mampu memproduksi 600 pack produk olahan ikan dengan kuota rata-rata produksi per hari mencapai 150 Kg. Jumlah kuota akan semakin berlipat mendekati bulan-bulan tertentu, Ramadhan misalnya.

Produk terlaris dan masih menjadi primadona di Fania Food apalagi kalau bukan otak-otak bandeng. Ya, produk ini menjadi andalan Fania. Semua berawal dari kecintaan seorang ibu yang membawakan anaknya oleh-oleh berupa otak-otak bandeng.

"Ibu saya asli Kudus, jika berkunjung ke Jogja sering membawakan saya otak-otak bandeng. Karena penasaran dengan rasanya yang enak saya mencoba membuat sendiri dengan resep asli dari Kudus. Setelah beberapa kali percobaan, saya membuat cita rasa otak-otak bandeng yang sangat lezat." Kenang Bu Hani.

Fania Food telah menghasilkan produk olahan ikan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan. Sudah jelas, Fania Food mengupayakan sertifikasi dan mengurus berbagai perijinan untuk produk-produknya. Proses produksi di Fania Food sudah melalui GMP (Good Manufacturing Practices) dan SSOP (Standard Sanitation Operational Procedure) sedemikan rupa sehingga mampu menghasilkan produk yang benar-benar higienis, bergizi dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

"Awal mendaftar sertifikasi halal itu gratis, selanjutkan kita akan dikenai biaya. Setiap 2 tahun sekali saya memperpanjang sertifikasi halal."

Kerja keras diganjar manis. Berkat ketekunan, keuletan, dan komitmen untuk terus melakukan perbaikan, Bu Hani meraih sejumlah penghargaan. Beberapa penghargaan tersebut di antaranya Perempuan Wirausaha Nova, penghargaan Siddhakarya, Adibakti Mina Bahari, Anugerah Kreasi Mutu, dan sejumlah penghargaan lainnya.

Inspiratif sekali bukan?
Penjelasan sertifikasi produk halal oleh Pak Effendie. Dokumentasi pribadi
Selanjutnya, mari kita simak penuturan dari Pak Effendie mengenai sertifikasi produk halal. Sertifikasi halal dapat dikatakan sebagai fatwa tertulis yang menyatakan mengenai kehalalan suatu produk sesuai syariat islam. Dalil mengenai kehalalan tertuang pada Quran Surat Al Baqarah ayat 168-169. Nah, mengenai produk yang dinyatakan halal, tidak hanya dilihat dari bahan bakunya yang halal, tetapi juga bagaimana proses produksi, dan sistem yang tersedia apakah telah menemuhi standar jaminan halal LPPOM MUI.

"Ada 11 kriteria yang harus dipenuhi untuk membentuk komponen Sistem Jaminan Halal (SJH). Sebelas kriteria tersebut berupa kebijakan halal, tim halal perusahaan, training dan sosialisasi SJH, daftar bahan-bahan/material, produk, fasilitas produksi, prosedur untuk proses kritis, penanganan produk yang tidak sesuai kriteria, ketelusuran (traceability), audit halal internal, dan rapat tinjauan manajemen."

Pak Effendie menambahkan, "Mari jadikan halal sebagai lifestyle."

Mengawasi dan memastikan bahwa suatu produk telah memiliki sertifikasi halal  merupakan tugas kita bersama. Bukan hanya pemerintah, tetapi juga  pelaku usaha maupun masyarakat pada umumnya. Pak Effendie bercerita bahwa ada pelaku usaha mihun setelah memiliki sertifikasi halal mengalami kenaikan omset sebesar 400%. Sebagai tambahan lagi, menjelang lebaran atau tahun baru, supermarket tidak menerima parsel yang memiliki produk belum bersertifikasi halal. Butuh waktu kurang lebih 2 bulan untuk memproses sertifikasi halal.

"Kami mengupayakan adanya halal gathering sebagai ajang pertemuan pelaku usaha yang sadar akan pentingnya produk bersertifikasi halal."

Pungkasan mengenai halal gathering ini mengakhiri sesi talkshow tersebut, kemudian dilanjut dengan sesi tanya jawab. Peserta yang hadir sangat antusias dan mengajukan beberapa pertanyaan berkualitas.

Boom! Hari ini saya benar-benar mereguk inspirasi halal journey melalui Jogja Halal Food Expo 2019. Ibarat menapak jejak perjalanan, khazanah pengetahuan saya bertambah!
Bakpia Juwara Satoe telah memiliki sertifikasi halal. Dokumentasi pribadi
Sertifikasi halal di pajang di bagian depan biar nampak oleh pengunjung. Dokumentasi pribadi.
Semoga tulisan ini mampu menjadi trigger pelaku usaha/industri agar peduli akan kehalalan produknya. Juga untuk pembeli, jadilah konsumen cerdas, cerdas dalam memilah produk dalam negeri berkualitas lagi halal. Saya berharap kegiatan pameran produk halal semacam ini tidak hanya berlaku di Jogja saja, tetapi juga menular ke daerah lain. Sinergi itulah kata kunci. Kalau bukan kita yang berlari menciptakan mata rantai ekosistem halal, lantas siapa lagi? Yuk mulai sekarang kita berburu makanan-makanan halal!

Senin, 18 Februari 2019

Bukan Lagi Mimpi Manis Ketika Perempuan Mampu Membangun Bisnis

"Penggunaan teknologi mampu mengubah apapun, termasuk membuka peluang usaha bagi para perempuan. Para pengusaha wanita yang sebelumnya tidak punya akses terhadap pasar, menjadi sangat mudah terhubung dengan pasar melalui teknologi." (Sri Mulyani dalam diskusi panel The Role of Finance for Women's Economic Empowerment di Buenos Aires, 2018)
Saya berasal dari Kota Batik, Pekalongan. Di tempat saya, para pengrajin batik mayoritas berjenis kelamin perempuan, apalagi untuk jenis batik tulis. Pekerja laki-laki ada sih, biasanya untuk batik jenis cap/printing. Sebab membatik adalah sebuah seni yang tidak hanya membutuhkan ketelitian, tetapi juga keuletan. Dalam hal batik-membatik, para perempuanlah yang menjadi jawaranya.
Jual beli batik di Kriya Expo JEC 2019. Dokumentasi pribadi (Arinta Setia Sari).
Dulu ya, waktu saya duduk di bangku SMP, para juragan atau pengusaha batik memasarkan produknya melalui rekanan, butik atau pasar-pasar tradisional. Kini, di jaman now, pengusaha batik tersebut bisa lebih masif memperkenalkan produk batik melalui kanal-kanal digital. Ya, apalagi kalau bukan yang online-online itu (baca : marketplace). Indonesia sudah punya 4 unicorn lho ladies. Bukan hanya memasarkan via marketplace saja sih, tetapi juga melalui website dan media sosial. Malahan, beberapa wirausaha batik melakukan endorsement pada sejumlah social media influencer (misal selebgram) demi menggaet lebih banyak calon konsumen. Branding batik yang melekat pada pakaian untuk orangtua, kini banyak disukai kawula muda karena dibuat lebih modis dan kasual. Dulu, televisi masih menjadi kanal advertising terbaik, selain media cetak (koran dan majalah). Sekarang anak-anak milenial bermain di youtube dan instagram dong, bukan lagi televisi. Itu artinya terjadi shifting dan perubahan perilaku konsumen yang nantinya berdampak pada  bagaimana cara media beriklan. Dulu, berbisnis identik dengan pekerjaan yang dilakukan kaum adam. Di jaman now, perempuan sudah banyak yang menjadi pebisnis, startup founder, maupun CEO di suatu perusahaan. Di rumah, emak-emak menguasai gawai dan melakukan deal bisnis dengan rekanan di luar pulau bahkan luar negeri adalah hal yang biasa. Tuh lihat, jabatan Menteri Keuangan Indonesia aja dipegang oleh perempuan. Dunia berubah begitu cepat ya? Maka dengan ini saya ingin mengucapkan, selamat datang di era digital, di mana gaung revolusi industri 4.0 melesat begitu cepat.

Bicara mengenai perempuan wirausaha nih, berdasarkan riset Mastercard Index of Women Entrepreneurs (MIWE) 2018 menyatakan bahwa peringkat atas perempuan wirausaha secara global didominasi oleh negara maju dengan kesetaraan gender yang baik seperti New Zeland, Swedia, Kanada, dan Singapura. Adapun indikator yang digunakan dalam perhitungan indeks pengusaha perempuan tersebut mengacu pada 3 komponen yakni realisasi hasil yang dicapai oleh pengusaha perempuan, pengetahuan terhadap aset & akses finansial, serta iklim wirausaha. Dalam hal ini, Indonesia masuk ke peringkat 30. Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan India tentunya. Data Kementerian Tenaga Kerja menunjukkan bahwa terdapat kenaikan jumlah perempuan wirausaha setiap tahunnya. Seperti misalnya pada tahun 2015 jumlah perempuan wirausaha mencapai 12,7 juta orang, tahun 2017 naik menjadi  14,3 juta orang. Terjadi kenaikan sebesar 1,63 juta jiwa. Adalah PR kita bersama untuk bersama-sama mendukung dan melejitkan potensi perempuan untuk berwirausaha.
Indikator pengukuran Mastercard Index of Women Entrepreneurs 2018
Saya mengagumi beberapa sosok wanita wirausaha atas kegigihannya dalam mengembangkan bisnis. Beberapa wanita wirausaha tersebut di antaranya yakni Nurhayati Subakat (Wardah Cosmetics), Martha Tilaar (Sariayu), Mooryati Soedibyo (Mustika Ratu), terakhir Aulia Halimatussadiah (blogger, penulis, Co-founder/CMO storial.co). Artikel ini lebih jauh akan mengupas sosok inspiratif Aulia Halimatussadiah atau biasa disapa Ollie. Mengapa? Sebab dibandingkan 3 pengusaha kosmetika Indonesia tersebut, Sosok Ollie berasa lebih dekat dengan saya yang berkecimpung di dunia tulis-menulis dan blogging. Selain blogging, Ollie ini juga seorang pebisnis keren lho. Fokusnya lebih ke bisnis yang berkaitan dengan teknologi (technopreneurship). So, bukan lagi mimpi manis ketika perempuan mampu membangun bisnis kan? Gimana ladies?

Ollie : Beyond Blogging Hingga Digitalpreneurship

Pertama kali saya bertemu Ollie saat mengikuti workshop How To Write Viral Content Bersama RockingMama.Id tahun 2016. Rockingmama merupakan portal digital berisi kumpulan tulisan lifehacks, lifegude, dan barometer lifestyle mamah muda kekinian. Saat itu, Ollie masih menjadi Chief Conten Officer (COO) sekaligus co-founder Zetta Media. Rockingmama sendiri adalah 1 dari 11 portal digital milik Zetta Media. Selain Rockingmama, portal digital lain milik Zetta Media yaitu Trivia, Rula, Moola, Kalamantara, MerryRiana, Virala, dan Bagaya. Masing-masing portal memiliki segmentasi pembacanya sendiri. Dari workshop tersebut saya mendapat secuil pengetahuan tentang bagaimana membuat konten yang menggigit, SEO Friendly, dan viralable.

Perempuan kelahiran Yogyakarta, 17 Juni 1983 ini sedari SMP menyukai komik dan manga. Menulis (cerpen dan puisi) menjadi passion yang berkembang semenjak duduk di bangku SMA. Ketika menjajaki bangku kuliah, Ollie mulai menuangkan pemikiran-pemikirannya melalui tulisan di blog. Ollie aktif ngeblog terhitung semenjak tahun 2003. Wow sudah 16 tahun ya ladies! Blognya bisa kamu baca di Salsabeela.Com. Di tahun 2004, Ollie mendapapatkan beasiswa menulis dari Gagas Media. Tahun 2005 lahirlah novel pertamanya dengan judul Look! I'm On Fire. Jika dihitung sampai sekarang, ada sekitar 30 buku yang berhasil ditulis oleh Ollie. Lanjut di bidang blogging ya. Pada tahun 2011 Ollie menjadi chairwoman at ON / OFF 2011, di mana dia berhasil mengadakan gathering blogger terbesar dengan peserta mencapai 1.000 orang.

Bersama 3 teman dekatnya, Ollie mendirikan platform nulisbuku.com. Melalui nulisbuku.com, Ollie memastikan penulis muda tanah air untuk menerbitkan bukunya sendiri secara self publishing dengan mudah. Dari nulisbuku.com, lahirlah ratusan penulis muda berbakat Indonesia (emerging writer) yang mampu menuangkan dan mengolah gagasan menjadi sebuah karya tulis.

Di bidang teknologi, Ollie mengelola web StartupLocal.Org. Ollie memiliki visi yang sangat kuat untuk memberdayakan perempuan agar semakin melek digital. Tak segan, Ollie kerap berbagi mengenai ide-ide dan komitmennya ini ke komunitas-komunitas di mana perempuan menjadi audiensnya. Girls In Tech salah satunya.

Girls In Tech (GIT) menjadi bukti bahwa dunia teknologi dan digital tak melulu dikuasai kaum adam. Data statistik yang dihimpun Statista pada tahun 2017 memperlihatkan jumlah perempuan yang bekerja di perusahaan teknologi dan startup adalah tidak lebih dari 28 persen. Sedikit memang porsinya, komparasinya bahkan tidak ada 50 persen. Namun, jangan pernah mengkerdilkan impian perempuan. Perempuan bisa berkarya di ranah digital kok ladies. Itulah spirit yang menjadi bahan baku yang diracik komunitas Girls In Tech. Melalui Girls In Tech, para perempuan bisa berjejaring, mengembangkan pengetahuan seputar digital marketing, literasi digital, coding, startup, dan lain sebagainya. Program atau kegiatan yang diselenggarakan Girls In Tech bukan hanya untuk perempuan yang memiliki latar belakang TI, semua perempuan boleh kok gabung. Bebas biaya pula karena ada sponsor. Karena tujuan Girls In Tech untuk mewadahi perempuan yang memiliki antusiasme di bidang teknologi dan entrepreneurship, maka program-programnya tak jauh-jauh dari pengembangan digital life skill, boothcamp, hingga hackathon. Emak-emak gaptek malah dianjurkan gabung di komunitas semacam ini untuk mengembangkan skill dan pengetahuan. Inspiratif bukan?

Seperti dikutip fimela.com,

"Ketika bicara masa depan dan anak, biasanya anak lebih dekat di keluarga itu dengan ibu, jadi saya harap, semakin banyak perempuan yang dekat teknologi, dan ketika jadi ibu, ia bisa mengajarkan anaknya biar nggak alergi dengan teknologi dan menggunakan teknologi untuk hidup yang lebih baik," Ungkap Anantya, co-managing director Girls In Tech yang pernah mengisi digital marketing untuk kelas “Womenpreneur Digital Acceleration.”

"Kalau GIT ini technology in general, jadi teknologi digunakan untuk bisnis bisa, dan jika ingin digunakan untuk kariernya sendiri juga bisa, skill set, gitu. Kami mengajarkan coding, robotic, social media, dan digital marketing." Tandas Ollie.

Pada tahun 2017 Ollie mendapat apresiasi dari LinkedIn sebagai Power Profile 2017 di bidang marketing serta penghargaan Woman Marketeer of The Year at Asia YWN Marketing Award  dari Asia Marketing Federation pada tahun 2019. Ollie masuk dalam daftar 10 Successful Female Tech Startup Founders in Indonesia versi Tech In Asia. Mantap bukan?
Perjalanan karir dan bisnis Ollie dalam menapaki ranah digital menjadi trigger tersendiri bagi saya. Apalagi saya yang memiliki latar belakang ilmu ekonomi bukan TI ingin semakin menggeluti dunia digital terutama, blogging, vlogging, hingga digital marketing. Dalam 10 tahun ke depan saya memiliki mimpi untuk menerbitkan buku dan mendirikan bisnis (digital startup) sendiri.

Saya ingin mendalami lebih serius bagaimana membuat konten yang tidak hanya readable tetapi juga shareable. Juga konten-konten yang sifatnya long lasting alias evergreen dan SEO Friendly. Jika saya membuka bisnis, maka saya membuka jasa content writing, copywriting, dan videografi. Siapa tau kelak saya menjadi digitalpreneur yang sukses dan diundang jadi pembicara seperti Ollie, wanita inspiratif yang saya kagumi. Ollie adalah figur ShePreneur Indonesia. Perempuan mandiri yang mampu mengelola bisnis sehingga memiliki kebermanfaatan yang banyak bagi orang lain di sekitarnya.

Apa pengalaman inspiratif selama ngeblog? Salah satu artikel saya dijadikan bahan buat menyusun skripsi mahasiswi UGM, bagi saya itu adalah kebanggaan tersendiri. Saya juga kerapkali diminta mereview produk, event, bahkan mendapat job via email karena ngeblog. Ngeblog sudah memberi pundi-pundi rejeki tersendiri bagi saya. Adapun pengalaman yang paling berkesan menurut saya adalah ketika tulisan saya mendapat apresiasi dari International Committee of the Red Cross (ICRC) pada tahun 2015. Saya berkesempatan mengunjungi markas ICRC di Jakarta, berjumpa awak media, dan memberikan short speech di hadapan undangan serta tamu asing perwakilan dari ICRC. Benar-benar pengalaman tak terlupakan.
Dukungan, itu adalah kata kunci. Dukungan dari keluarga, sahabat, kerabat, hingga komunitas. Ollie mampu menjadi membangun bisnis hingga seperti sekarang pastinya dimulai karena motivasi diri yang kuat serta dukungan orang-orang sekitarnya. Jika Ollie mendapat support dari teman-teman dekat serta komunitasnya, saya pun demikian. Beruntung saya bisa bergabung di Komunitas Blogger Jogja dan Komunitas Emak Blogger. Dari komunitas saya mendapat pengetahuan bagaimana membuat konten yang asyik dibaca, SEO Friendly, dan sebagainya. Dari komunitas saya juga mempelajari skill-skill lain seperti membuat video menggunakan smartphone, fotografi, dan masih banyak lagi. Saya semakin yakin bahwa setiap perempuan bisa menjadi wonderwoman dengan caranya masing-masing. Yups, caranya adalah dengan semakin mengasah keahlian dan berjejaring sosial.

Apalagi di era keterbukaan informasi di jaman now ini, pastinya perempuan mendapat kemudahan untuk mengakses pasar, teknologi, pengetahuan, segalanya deh. Manfaatkan untuk meningkatkan kapasitas diri ya ladies.

Dari blog yang tadinya sekadar media curhat, sekarang bisa menjadi sumber mata pencaharian. Dari gawai di genggaman, emak-emak bisa memasarkan batik ke mancanegara. Dari laptop, koneksi internet, plus secangkir kopi, perempuan mampu menjadi seorang startup founder. Berawal dari youtube, vlogger perempuan bisa diundang ke istana. So ladies, di era digital, masih berpikir perempuan tidak sanggup membangun bisnis?