Jumat, 15 April 2022

Eco Blogger Squad: Ngobrolin Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Saat saya masih kecil (SD), saya kerap bermain di area persawahan bersama teman-teman. Di sawah saya saya menemukan belalang sembah, capung, burung emprit, jangkrik, belut, keong sawah, dan masih banyak lagi. Saya bahkan mencatat nama-nama hewan dan tumbuhan yang ada di sekitar persawahan tersebut untuk tugas sekolah saya. Tugas mengenai “KEANEKARAGAMAN HAYATI DI SEKITAR KITA.”

Belasan tahun berlalu, sekarang area sawah yang letaknya tak jauh dari sekolah saya dulu itu sudah berubah menjadi kawasan permukiman penduduk. Tak ada lagi pemandangan hijau sejauh mata memandang. Tak ada lagi anak-anak yang bermain-main di sawah, entah berburu layangan atau mencari belut di gorong-gorong sawah. Kebanyakan anak sekarang lebih sibuk dengan gadgetnya.

Ketika saya mampir di warung yang ada di situ, saya memesan jeruk hangat dan beberapa snack. Saya memperhatikan 3 anak yang sibuk mabar Mobile Legend. Mereka tampak asik dan ceria. Ngobrolin skin, skor, dan hal-hal lain yang saya tidak mengerti. Lantas ketika mereka memesan minuman, saya tanya salah satu anak di situ mengenai sekolah dan tugas-tugasnya, serta kegiatan apa saja sepulang sekolah. Si anak menjawab selama sekolah online, lebih suka main game. Setelah sekolah tatap muka, tetap aja main game. Game sudah menjadi hiburan bagi dia. Saat saya mencoba bertanya apakah mereka tahu perbedaan capung dan belalang sembah, dia bilang dia tidak tahu. Tapi kedua temannya tahu. Dua temannya malah antusias menjawab, meskipun kedua bocil itu sudah jarang menemui belalang dan capung karena kalau mau melihat sawah harus datang ke desa sebelah.

Baru-baru ini saya membaca artikel dari National Geographic Indonesia yang menyatakan bahwa Indonesia menghadapi ancaman kepunahan populasi burung sebesar 12%. Saya kutip dari artikel tersebut, terdapat 177 spesies burung masuk kategori terancam punah, 96 spesies masuk kategori rentan, 51 spesies masuk kategori genting, dan 30 spesies masuk kategori kritis. Beberapa penyebab kepunahan spesies burung tersebut di antara karena alih fungsi lahan/hutan menjadi kawasan industri atau pemukiman penduduk, perusakan habitat, dan perburuan liar.

Sekilas mirip ya dengan kasus lenyapnya biota sawah akibat alih fungsi sawah menjadi permukiman penduduk seperti yang saya sebutkan di atas? Apa kamu punya pengalaman serupa?

Beberapa waktu lalu saya sempat mengikuti Virtual Gathering #EcoBloggerSquad dengan tema “KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA.” Lho kok kebetulan ya?
Narasumber pada virtual gathering tersebut adalah Ibu Rika Anggraini selaku Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan KEHATI. Ibu Rika memaparkan apa yang dimaksud dengan Keanekaragaman hayati atau biodeversitas dan pengaruhnya bagi kehidupan kita.
Keanekaragaman hayati adalah berbagai bentuk kehidupan, di semua tingkat sistem kehidupan biologis, termasuk molekul, organisme, spesies, populasi, dan ekosistem. Indonesia menempati 1,3% wilayah daratan bumi dan memiliki 17% biodiversitas dari seluruh jumlah spesies dunia. Terdapat 2.827 hewan avertebrata, 1.400 spesies ikan air tawar, 1.531 spesies burung, 480 spesies karang, dan masih banyak lagi (sumber: Virtual Gathering Eco Blogger 2022)

Manfaat keanakaragaman hayati di sekitar kita,

Manfaat ekonomi
Sumber pangan, energi terbarukan, sumber bahan farmasi dan obat-obatan, sumber produk-produk hasil pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan yang bisa dipertukarkan secara ekonomi.

Manfaat sosial
Menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat adat, sumber penelitian dan pengembangan iptek, pengembangan nilai budaya dan religi.

Saya ingat banget pas jaman bocil saya sering berburu keong sawah untuk diolah menjadi makanan. Setiap bulan Ramadhan di daerah saya banyak yang menjual keong sawah tadi menjadi makanan yang lezat dengan campuran parutan kelapa. Keong sawah yang sebagian orang menganggapnya hama, bagi kami menjadi menjadi sumber makanan dan sumber ekonomi.

Bahkan dari segi keanekaragaman pangan saja, Indonesia memiliki 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 110 jenis rempah dan bumbu.

Lihatlah pisang berikut, sangat beraneka ragam bukan? Kita tahunya pisang ya pisang saja, ternyata varietasnya berbeda-beda.
Ibu Rika juga juga menjelaskan ancaman apa saja yang menyebabkan lenyapnya keanekaragaman hayati di Indonesia serta faktor pemicunya.

Penyebab
1. Hilangnya atau berkurangnya habitat
2. Invasi spesies asing. Misal nih ada orang yang melepas ikan predator dari Amazon ke sungai Ciputat. Nah ikan predator ini bisa menjadi spesies invasif yang membahayakan populasi ikan lokal seperti ikan wader, lele, gabus, dan sebagainya.
3. Polusi dan pencemaran lingkungan. Misal, pembuangan limbah industri ke sungai bisa merusak biota sungai tersebut
4. Populasi manusia. Semakin bertambah jumlah manusia, semakin banyak yang dibutuhkan sementara ketersediaan lahan tempat tinggal sangat terbatas, akibatnya hutan dibabat dan diubah menjadi permukiman manusia dan juga kepentingan industri
5. Perdagangan/eksloitasi. Beberapa tahun lalu ditemukan bulu harimau yang dikeringkan dan akan dijualbelikan menjadi suvenir mahal. Miris sekali
6. Perubahan iklim. Cuaca yang tidak menentu. Kadang hujan deras. Kadang kemarau berkepanjangan berdampak buruk terhadap keanekaragaman hayati yang ada. Contoh pada kasus kebakaran hutan karena panas ekstrim di beberapa titik sehingga memicu api bisa menghanguskan spesies hewan dan tumbuhan di daerah yang terkena bencana

Dampak musim kemarau berkepanjangan mengakibatkan gagal panen, hewa-hewan hidup kesulitan mencari air sehingga mendatangi permukiman warga, dan sejumlah masalah lainnya.

Ibu Rika menambahkan Yayasan KEHATI begitu peduli akan isu ini sehingga YAYASAN KEHATI memberdayakan perempuan agar terlibat dalam hal pengelolaan dan pengolahan pangan lokal. Misalnya dengan membudidayakan tanaman sorgum yang tahan kering di Flores.

Apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga kelestarian dan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia? Kita perlu menekankan dan edukasi pada topik ini semenjak dini. Kita juga perlu mengubah gaya hidup untuk tidak konsumtif. Terakhir menjadi agen perubahan memberikan penyadartahuan kepada masyarakat luas, pungkas Ibu Rika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar