Tahun 2019 silam, seorang selebgram mempromosikan skincare abal-abal di stories instagramnya. Skincare abal-abal tersebut tentunya tidak mendapatkan izin edar dari BPOM serta belum diketahui secara pasti seberapa berbahaya kandungan bahan-bahan kimiawi yang ada dalam produk tersebut. Harganya tergolong murah. Promosi dan testimoni meyakinkan dengan harga produk yang murah membuat konsumen yang tidak kritis menjadi mudah tergiur. Belum lagi jika konsumen tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni mengenai kandungan kimiawi yang berbahaya buat kulit. Konsumen yang tidak kritis dan cerdas gampang banget kena jebakan betmen. Harga murah, membuat glowing dalam waktu singkat, banyak testimoni, dan sebagainya. Ketahuilah ladies, it's a trap! Jangan sampai obsesi kulit glowing membuat kita sebagai konsumen terjebak pada skema penjualan kosmetik palsu atau abal-abal.
Tahun 2020, seorang dokter dermathologi mengungkap 5 krim wajah yang berbahaya di kanal youtubenya. Produk-produk yang disebutkan tersebut ada yang mengandung hidroquinon, mercury, tidak memiliki izin edar BPOM, bahkan ada tidak dicantumkan tanggal kedaluwarsanya. Nah loh! Produk kecantikan bukan dilihat dari murah atau mahalnya, tetapi seperti apa ingredient atau komponen utama penyusun produk tersebut. Krim yang mengandung merkuri dan hidroquinon tidak diperbolehkan karena bisa merusak lapisan epidermis kulit. Efeknya adalah kulit menjadi iritasi, ruam-ruam, mudah gatal, rentan infeksi jamur, dan yang paling fatal kanker kulit.
So Scary! Bayangkan jika kulit kita jadi iritasi dan timbul ruam ketika memakai produk mengandung merkuri. Anyway, seberapa bahayanya merkuri ini? Dalam sebuah publikasi berjudul Investigation of Mercury Content in Cosmetic Products by Using Direct Mercury Analyzer yang ditulis oleh Ali A. Dahab, disebutkan bahwa Merkuri merupakan logam beracun dan dapat menyebabkan efek kesehatan yang serius termasuk kerusakan ginjal, depresi kecemasan dan neuropati perifer. Menurut jurnal yang diterbitkan WHO, kandungan merkuri pada krim pencerah kulit dapat menyebabkan ruam, kerusakan sel/jaringan kulit, serta kulit menjadi mudah terinfeksi bakteri dan jamur.
Menjadi cantik dan memiliki kulit wajah mulus serta glowing tentunya menjadi impian banyak perempuan. Bahkan tidak hanya kaum hawa, sekarang para pria pun juga menjadi konsumen di industri ini. Jenis kulit dan warna kulit tiap orang pun berbeda. Ada jenis kulit berminyak, kering, sensitif, normal, dan kominasi. Warna kulit pun beragam dari putih, kuning langsat, sawo matang, hingga gelap. Namun, narasi-narasi iklan yang kebanyakan kita dengar dan lihat adalah perempuan cantik itu berkulit putih. Maka tak heran banyak perempuan berlomba-lomba untuk berkulit putih, meskipun tone warna kulit yang dimiliknya cenderung cokelat atau sawo matang, khas perempuan Asia Tenggara.
Saya jadi teringat seorang teman, sebut saya Mira (nama samaran). Mira ini sebenarnya manis. Banyak yang menyukainya lantaran sikapnya yang supel dan periang. Namun Mira ternyata memiliki insecurity terkait warna kulit wajahnya yang menurut dia cokelat gelap. Mulailah Mira berburu aneka produk perawatan kecantikan hingga kosmetika untuk membuat kulitnya lebih glowing. Sayangnya saat itu di tahun 2013 edukasi mengenai kecantikan dan bahaya skincare/kosmetika abal-abal tidak seperti sekarang ini. Berawal dari tawaran temannya, Mira tergiur dengan krim wajah yang ditawarkan temannya. Konon katanya krim tersebut mampu membuat kulitnya lebih glowing dalam waktu satu bulan. Alamak! Setelah dikonsumsi selama 2 minggu muncul bintik-bintik merah. Mira terkena iritasi dan kulitnya terasa gatal. Karena takut kenapa-napa akhirnya Mira memeriksakan kulitnya ke dokter umum di puskesmas. Oleh dokter di puskesmas Mira diminta berkonsultasi ke dokter spesialis kulit. Oleh dokter spesialis kulit Mira diberikan obat dan krim untuk menyembuhkan gatal-gatal di kulit mukanya dan tahukah gaes, uang yang digelontorkan Mira untuk berobat berkali-kali lipat lebih mahal daripada krim pemutih yang dia beli. Mira kapok. Semenjak itu Mira lebih berhati-hati ketika membeli produk kecantikan. Bukan kulit putih yang dibutuhkan, tetapi Mira lebih butuh kulit sehat dan bersih. Cantik itu bukan hasil instan, yang serbainstan tentu diragukan.
Tahukah kamu gaes, dalam kurun waktu 4 tahun (2016 hingga 2019), jumlah produk kecantikan (kosmetik) ilegal yang diamankan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BOM) sudah mencapai 249 miliar. Pada tahun 2018, angkanya naik signifikan menjadi 112 miliar rupiah. Adapun di tahun 2016 dan 2017, total produk kecantikan ilegal yang berhasil diamankan tercatat 78 miliar rupiah.
Untuk sebuah produk kecantikan agar tercatat di BPOM harus memenuhi 4 jenis persyaratan terkait keamanan, kebermanfaatan, mutu, dan penandaan. Informasi pada label kemasan dan bahan-bahan juga dicantumkan secara lengkap dan tidak menyesatkan. Adapun persyaratan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1176/MENKES/VIII/2010 tentang notifikasi kosmetika. Selain itu ada juga Peraturan BPOM RI Tahun 2010 Tentang Kriteria dan Tatacara Pengajuan Notifikasi Kosmetika. Maka dari itu dalam satu kemasan skincare atau kosmetika wajib mencantumkan nama produk, kegunaan, cara penggunaan, komposisi, nama produsen, nomor batch (kode produksi), tanggal daluwarsa, serta nomor notifikasi. Masih menurut BPOM, produk abal-abal yang laris di marketplace yakni krim pemutih dan obat pelangsing badan.
Memutihkan kulit dalam waktu cepat secara instan sangatlah mustahil, oleh karena itu penggunaan bahan-bahan kimiawi berbahaya dan logam berat digunakan untuk meluruhkan lapisan kulit paling luar (epidermis) oleh para produsen gelap. Alih-alih membuat kulit glowing, produk kecantikan ilegal dan abal-abal ini bisa membuat kulit kita menjadi rusak.
4 Langkah cerdas dalam sebelum membeli produk kecantikan termasuk kosmetika, yuk cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa). Setidaknya cek KLIK merupakan panduan kita agar tidak terjebak pada krim-krim abal-abal/ilegal. Produk berikut sebenarnya belum masuk kategori ramah lingkungan karena masih berbahan plastik. Saya menggunakannya sebagai contoh karena produk tersebut sudah memiliki izin edar dari BPOM. Sebagai konsumen cerdas kita bisa menyortir limbah plastik kemasan produk agar bisa didaur ulang dengan cara mengirimnya ke bank sampah atau perusahaan berbasis waste management (ini salah satu cara mengurangi sampah plastik menuju zero waste). Produk kecantikan yang sudah memiliki izin edar dan tersertifikasi BPOM dinilai lebih aman dibandingkan produk abal-abal yang berkeliaran bebas di pasaran.
Saya pikir, kita harus membenahi pola pikir kita tentang makna cantik. Sedari kecil kita dijejali makna cantik dengan definisi-definisi seperti berkulit putih. Media periklanan dan marketing di berbagai lini media mendefinisikan cantik sedemikian rupa. Maka jangan heran, jika ada perempuan merasa kurang nyaman dengan kulit gelap atau sawo matangnya dan ingin mengubahnya menjadi putih dengan berbagai cara, mulai dari mengonsumsi krim pemutih/pencerah hingga operasi plastik. Nah, di sinilah peran kita dalam hal meredefinisikan makna cantik. Cantik tidak identik dengan kulit putih ya, yang terpenting adalah bagaimana menjaga kulit agar tetap sehat, bersih, nan terawat.
Memilih produk kecantikan yang tepat, aman, dan menyehatkan merupakan investasi jangka panjang untuk kulit kita. Saya juga mendapat knowledge baru setelah mengikuti Blogger Gathering #LestarikanCantikmu yang diselenggarakan oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Madani Berkelanjutan, dan Blogger Perempuan yang menghadirkan 3 narasumber kece. Mereka adalah Danang Wisnu Wardhana (Skincare Content Creator), Christine pan (Segara Naturals), dan Gita Syaharani (Kepala Sekretariat LTKL). Tidak hanya produk kecantikan yang aman dan sehat saja gaes, tetapi juga berkelanjutan, ramah lingkungan, dan ramah sosial (sustainable beauty).
Definisi sustainable (berkelanjutan) di sini yakni mendukung visi ekonomi lestari atau ekonomi berkelanjutan. Indonesia kaya akan komoditas yang mendukung ekonomi lestari, komoditas yang saya maksud diantaranya kopi, teh, rempah, minyak tengkawang, dan masih banyak lagi. Konsep ekonomi lestari/berkelanjutan menjadi salah satu inovasi bagi daerah guna menciptakan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat setempat serta iklim investasi yang berkualitas. Nah, aneka komoditas yang saya sebutkan tadi bisa lho diolah menjadi produk-produk industri kecantikan, kopi misalnya bisa dijadikan bahan body scrub.
"Aku itu memakai skincare harus dengan tenang, dengan damai, dan dengan bahagia. Kalau bahan-bahan yang aku akai udah bikin aku senang, menggunakan bahan-bahan yang baik, dan prosesnya baik, bekerjasama dengan petani lokal, itu bagi aku kayak jadi nilai tambah. Produk-produk tersebut bebas dari bahan-bahan negatif, bahan-bahan yang berbahaya, atau apa otomatis hasilnya di kulit kita lebih oke daripada memakai produk dengan bahan-bahan yang tidak sesuai dengan standar kesehatan." Papar Danang Wisnu dalam online gathering tersebut.
Danang Wisnu menjelaskan kalau dirinya sudah merasa bahagia dan cocok dengan bahan-bahan suatu produk kecantikan, maka hasilnya akan berdampak signifikan di kulit. Untuk bahan yang aman atau tidak, cara mengeceknya bisa dilihat dari apakah produk tersebut sudah tersertifikasi dan mengantongi izin edar dari BPOM. Untuk lebih mudahnya bisa cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa).
Produk kecantikan yang sudah lolos BPOM insya allah sebenarnya sudah aman, ungkas Danang. Sekarang ini sudah banyak yang aware mengenai produk perawatan kecantikan yang ramah lingkungan dibandingkan satu dekade silam. Sustainable beauty bahkan menjadi tren lho. Saat ini sudah banyak produsen lokal yang berinovasi menciptakan produk go green.
Gita Syaharani, Kepala Sekretariat LTKL mengungkapkan berdasarkan data hasil riset LTKL serta mitra di 3 negara (Korea Selatan, Jepang, dan China) menilai bahwa orang-orang rentang usia 18 hingga 30 tahun sudah mulai sadar tentang polusi. Mereka juga mempertimbangkan bahan-bahan utama suatu produk kecantikan. Oleh karena itu, di Asia proses pengemasan produk hingga sampai kepada konsumen menjadi hal krusial. Berikut hasil olahriset LTKL mengenai pertimbangan konsumen ketika memilih suatu kecantikan. Tuh kan indikator "bahan dalam produk" memiliki persentase paling tinggi (91,5%), diikuti harga (75,7%), dan kualitas produk tersebut (73,9%).
Sustainable product itu seperti apa sih? Gita Syaharani menuturkan bahwasanya suatu produk dikatakan ramah sosial dan lingkungan jika memenuhi Natura Standardization. Setidaknya ada 3 kriteria dalam Sandar Natura, ketiganya mencangkup: menjaga fungsi alam tanpa bencana, petani/pekebun sejahtera, terakhir terkait bagaimana penanganan limbah produksi dan energi.
Salah satu produsen produk kecantikan yang pabriknya terletak di Cikarang sudah mulai aware terhadap isu lingkungan. Agar limbah yang dihasilkan tidak menjadi bencana di kemudian hari, pabrik tersebut mengolah limbahnya sedemikian rupa sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar. Limbah lumpur yang dihasilkan diolah kembali menjadi bahan yang langsung bisa dimanfaatkan yakni dengan mengubahnya menjadi bahan siap pakai yang kemudian dikirim ke pabrik semen sebagai bahan bakar. Untuk mengurangi sampah agar tidak menumpuk di tanah, pabrik tersebut mengubah sampah dengan cara kompos dan recycle. Demikian pula kardus bekas, limbah kardus yang mencapai 30-50 ton dalam satu bulan bisa digunakan berkali-kali karena kardus tersebut berjenis returnable packaging box. Dengan hal itu perusahaan dapat menekan meningkatnya limbah kardus.
Gita Syaharani menambahkan ada 6 cara agar kita memahami dan mendukung produk-produk sustainable beauty. Keenamnya bisa dilihat pada infografis berikut.
Saya beruntung menjadi salah satu orang yang mencoba 2 produk Segara Naturals. Segara Naturals, produk kecantikan satu ini memiliki concern terhadap organic dan natural skincare. Christine Pan, pendiri Segara Naturals memiliki keresahan yang cukup besar mengenai sampah-sampah yang bertebaran di laut dan darat. Dalam kurun waktu 2014 hingga 2015, kantor tempat Christine bekerja mengirimnya ke luar jawa seperti Papua dan Lombok. Mau di manapun Christine melakukan aktivitas traveling pasti menjumpai namanya sampah, dari botol shampoo hingga sendal jepit. Christine mengakui dulu suka membawa sabun atau shampo botolan ketika bertraveling, tetapi kadang kemasannya tidak rapat sehingga mudah tumpah. Dari situ Christine berpikir mmembuat produk kecantikan yang ramah lingkungan juga berbahan-bahan alami (mengutamakan komoditas lokal Indonesia). Produk Segara Natural termasuk palm oil free ya gaes, Segara Naturals menggunakan minyak nonsawit seperti minyak tengkawang, minyak kelapa, dan lain sebagainya.
![]() |
Dua produk Segara Naturals: Solid Deodorant dan Travel Soap. Dokumentasi pribadi |
Christine mengakui awalnya kesulitan ketika membuat produk yang free palm oil. Pernah suatu ketika mencari petani minyak tengkawang, keterbatasan bahan baku menjadi kendala. Hingga suatu ketika Christine mendapatkan pemasok minyak tengkawang yang dirasa cocok, dia segera kontak orang tersebut untuk diajak bekerjasama.
Christine mengakui bahwa produknya belum sepenuhnya zero waste. Segara Naturals masih menggunakan kemasan berbahan aluminum (kaleng). Meskipun demikian, produk Segara Naturals ketika sudah habis bisa dipesan kembali, kalengnya jangan dibuang karena bisa digunakan kembali (di-refill) untuk produk sejenis. Menariknya, Christine berupaya agar produk Segara Naturals selain organik, alami, dan berbahan baku lokal, juga day to day operasional meminimalisasi penggunaan sampah plastik. Misalkan Christine memastikan karyawan yang bekerja di Segara Naturals menggunakan sedotan nonplastik.
Saat ini produk-produk Segara Natural sedang dalam proses untuk mendapatkan sertifikasi dari BPOM. Semoga disegerakan ya Kak Christine mendapatkan sertifikasi tersebut!
Mari kita dukung produk-produk kecantikan lokal yang pro sustainability. Memilih produk yang berbahan natural, organik, lagi aman adalah bentuk investasi jangka panjang untuk kulit sehat kita. Lestarikan cantikmu melalui skincare dan kosmetika yang ramah lingkungan dan sosial. Bagikan ceritamu supaya banyak orang semakin tahu. Yuks!
Jadi pengen coba juga produk Segara
BalasHapus